Suatu ketika saya berkunjung ke sebuah keluarga. Ibu rumah itu menyambut saya dengan sangat ramah. Sambil ngobrol saya melihat-lihat foto yang disodorkannya.
“Ini foto puteri saya. Ia baru saja mendapat juara pertama kontes model berwajah imut.”
Ia lalu memanggil puterinya dan menyejajarkan foto di album dengan wajah aslinya.
Tak berapa lama seorang gadis menyajikan makanan ringan dan minuman kepada saya. “Kamu pergi ke pasar
“Baik , Bu” katanya dengan pandangan mata tertunduk ke lantai.
Ibu itu melanjutkan cerita tentang prestasi-prestasi lain puterinya.
Saat memberi retret kepada anak-anak sekolah, pandangan saya tertumbuk pada anak pengantar makanan kecil dan minuman di keluarga itu. Meskipun saya tak sempat ngobrol, saya sempat berkenalan singkat dengannya.
“Nama saya Martha.”
Saat membaca catatan harian peserta retret pada malam hari, mata saya berkaca-kaca membaca catatan Marta.
“Aku sesungguhnya memiliki seorang ibu. Namun ia lebih berperilaku sebagai majikan terhadapku. Ia seringkali menganggap aku sebagai babu. Ia telah melupakanku sebagai anak karena aku serba kurang di matanya. Aku berharap Tuhan tidak memandangku sebagaimana ibu di rumah melihatku.”
Sumber dokumentasi:
http://media.sentfun.com/blogJournal/81/2008/3/sl_1207705460637.jpg
No comments:
Post a Comment