Kuasa Kata: Menyapa

Saya pada awalnya mendesain blog ini sebagai gudang penyimpanan tulisan. Saya kemudian mengalihkan fungsinya sebagai ruang kemanusiaan. Layaknya seorang photografer, saya membingkai berbagai kehidupan manusia dalam beragam frame. Blog ini menawarkan senyuman, tetapi sekaligus air mata kehidupan.
Semoga setiap nama dan peristiwa dalam blog ini menyapa hidup pembaca. Kata yang baik memiliki kuasa untuk menyapa.

Mutiara Andalas, S.J.


Saturday, July 5, 2008

Kue Ultah


Sore ini saya menghadiri pesta ulang tahun perkawinan suami-istri dan anak sekaligus. Setelah acara potong tumpeng, seorang bapak mendekati saya untuk ngobrol ringan.
"Kami tak pernah memanjakan anak-anak saat ulang tahun. Kami selalu memberi pilihan kepada mereka: ultah bersama teman atau pergi ke tempat rekreasi?"
Saya menaruh telunjuk tangan di bawah dagu saya seraya menunggu kelanjutan kisahnya.
"Saya capek mengurusi tetek bengek pesta ulang tahun. Romo tahu sendiri khan segalanya mesti diurusi sendiri."
"Bagaimana tanggapan anak-anak?"
"Anak-anak lebih pengertian sekarang. Mereka jarang sekali menuntut perayaan ulang tahun. Mereka menanti kami menanyakannya."
Obrolan kami terputus karena terdengar tepukan tangan dari tuan rumah yang meminta semua hadirin untuk berkumpul di sekitar kue ulang tahun.
Bapak yang mengajak saya ngobrol itu segera meminta anaknya yang asyik bermain play station untuk menghentikan sejenak aktivitasnya.
"Sahabatmu yang ulang tahun hendak memotong kue. Kamu mendekat ke sana donk."
"Biarin aja dia potong kue," jawab anaknya ogah-ogahan.
Dengan setengah paksa bapak itu menuntun anaknya untuk berkumpul bersama anak-anak lain.
Gegap gempita perayaan ulang tahun itu masih terasa saat saya meninggalkan rumah itu.
Saat berjalan pulang saya berkata dalam hati,
"Betapa bahagia berada bersama orang-orang terdekat dalam perayaan istimewa kehidupan kita."
Kata-kata itu terputus paksa saat saya menemukan sebuah kue ulang tahun yang dibuang di pinggir jalan. Saya pelan-pelan mengeja pesan indah yang terukir di kue itu. Saya memungutnya dan meletakkannya di halte bus.
"Pesan itu kehilangan arti di tangan penerimanya," kata saya sangat lemah seperti lilin yang kehabisan nyalanya.

No comments: