Saat menunggu pesanan nasi goreng di sebuah restoran di kawasan pecinan San Fransisco, telinga saya secara tak sengaja menangkap pembicaraan di meja sebelah.
"Pernikahan sejenis mulai berlangsung di California," kata seorang yang lebih senior sambil membacakan berita di koran lokal."Kenapa kita perlu mempersoalkan soal mereka berjenis kelamin sama? Yang penting adalah cinta antarmereka," kata seorang yang lebih muda.
"Kitab suci saja mencatat keberadaan mereka."
"Tapi Tuhan membinasakan mereka!" kata seorang lain dengan nada tinggi. Ia lalu mengisahkan teks kitab suci itu secara detail.
"Kukira krisis ekonomi di Amerika saat ini adalah hukuman Tuhan terhadap pernikahan sejenis!" kata yang lain mengamini.
"Hari minggu kemarin pendeta di Gereja memberikan berkat kepada beberapa pasangan sejenis."
"Tuhan mengutuk para pasangan dan pendeta Gereja itu!"
"Gerejaku tetap berpegang pada pernikahan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan!"
"Apa pendapat, Bapak," kata seorang muda kepada seorang perempuan lansia di sampingnya yang sejak tadi belum sempat bicara.
"Siapakah kita ini? Jangan-jangan kita telah mengambil posisi Tuhan dengan tanggapan-tanggapan pedas kita."
"Ibu setuju atau menolak pernikahan sejenis?" desak beberapa orang muda.
Ibu itu hening beberapa saat.
"Apa besar kecilnya kasih Tuhan tergantung pada orientasi seksual kita?"
Suasana meja menjadi hening.
1 comment:
menurut saya, artikel nya bagus sekali, membuat kita bercermin kepada diri kita sendiri apakah kita pantas untuk menghakimi orang lain, padahal diri kita sendiri berdosa. Yang saya yakini hanyalah Tuhan tidak pernah meninggalkan umatnya yang selalu percaya akan-Nya sekalipun mereka pasangan sesama jenis.
Post a Comment