Sepatu Kenangan
Mata saya melongok dari sela-sela penutup jendela. Hujan bertambah deras. Saya mengikat tali sepatu. Saya menyebutnya sepatu segala cuaca. Sepatu itu selalu akrab di cuaca buruk.
Saat berjalan menuruni bukit menuju stasiun kereta api di tengah hujan deras, saya ikut bergenang air mata. Sebuah pengalaman masa lalu kembali mengetuk hati setiap kali saya merasa lelah berkunjung ke keluarga-keluarga yang lokasinya jauh.
Pada sebuah sore, mengenakan jubah putih-putih, saya menuntun sepeda mengikuti langkah seorang anak perempuan kecil. Kami berhenti pada sebuah rumah dan seorang perempuan mencium ujung tangan saya yang masih berlepotan keringat dan kapur tulis.
Deras hujan di luar, sederas air mata ibu yang membagikan penderitaan hidupnya kepada saya. Puterinya, yang belum lama mendapat pelajaran agama tentang kasih Allah, menumpangkan tangan kecilnya pada bahu ibunya.
Hari ini pesan kitab suci berbalut air mata. Hati Tuhan magsyul.
Langkah kaki saya bergegas menuruni elevator stasiun kereta. Mata saya melihat papan waktu keberangkatan kereta. 1 menit lagi kereta akan menghantar saya ke sebuah kota penuh hati.
Saat mengelap sepatu dengan tissue, terlukis sebuah sketsa. Dua tangan kecil. Memegang Sepatu.
“Untuk memperkuat jalan ke rumah ke keluarga-keluarga lain saat cuaca buruk.”
Mata saya melongok dari sela-sela penutup jendela. Hujan bertambah deras. Saya mengikat tali sepatu. Saya menyebutnya sepatu segala cuaca. Sepatu itu selalu akrab di cuaca buruk.
Saat berjalan menuruni bukit menuju stasiun kereta api di tengah hujan deras, saya ikut bergenang air mata. Sebuah pengalaman masa lalu kembali mengetuk hati setiap kali saya merasa lelah berkunjung ke keluarga-keluarga yang lokasinya jauh.
Pada sebuah sore, mengenakan jubah putih-putih, saya menuntun sepeda mengikuti langkah seorang anak perempuan kecil. Kami berhenti pada sebuah rumah dan seorang perempuan mencium ujung tangan saya yang masih berlepotan keringat dan kapur tulis.
Deras hujan di luar, sederas air mata ibu yang membagikan penderitaan hidupnya kepada saya. Puterinya, yang belum lama mendapat pelajaran agama tentang kasih Allah, menumpangkan tangan kecilnya pada bahu ibunya.
Hari ini pesan kitab suci berbalut air mata. Hati Tuhan magsyul.
Langkah kaki saya bergegas menuruni elevator stasiun kereta. Mata saya melihat papan waktu keberangkatan kereta. 1 menit lagi kereta akan menghantar saya ke sebuah kota penuh hati.
Saat mengelap sepatu dengan tissue, terlukis sebuah sketsa. Dua tangan kecil. Memegang Sepatu.
“Untuk memperkuat jalan ke rumah ke keluarga-keluarga lain saat cuaca buruk.”
No comments:
Post a Comment