Usia Harapan
Andi mengayuh sepedanya pelan. Hatinya masgyul. Andrea duduk di belakang sadel sepedanya.
Paras jelita Andrea juga tertutup awan kesedihan. Sesekali kaki Andrea ikut mengayuh pedal sepeda saat jalanan naik.
“Apakah Andrea boleh pergi ke sekolah bersama Andi?” pinta ibunya kepada mama.
Dari mamanya Andi mendengar kisah sahabat barunya.
“Kaki Andrea terjangkit kanker tulang ganas.”
Seminggu lalu Andi tanpa sengaja mendengar pembicaraan ibunya Andrea dengan mama.
“Dokter mendeteksi kanker ganas lain pada tubuh Andrea.”
Saat jalanan menanjak, Andrea bertanya,
“Berapakah usia sebuah harapan?”
Andi turun dari sepeda dan menuntunnya. Ia meminta Andrea tetap duduk di boncengan belakang.
“Lilin hidupku tinggal menyisakan nyala penghabisan,” sambung Andrea.
Andi mengingat saat pertama ia memboncengkan Andrea. Mereka mengenakan seragam putih-merah. Sekarang mereka berpakaian putih dan abu-abu.
Rambut panjang Andrea menutupi wajahnya yang tertunduk. Terdengar isakan panjang. Sepeda berjalan makin pelan.
Andi menyeka air mata Andrea dengan sapu tangan.
“Dimana ada harapan, di situ ada kehidupan.”
No comments:
Post a Comment