Kemarin saya mendapatkan undangan ulang tahun. Saat sampai di stasiun kereta, saya baru menyadari waktu tunggu transportasi sangat lama. Saya hampir setengah jam duduk dengan kaki mengetuk-ngetuk lantai.
"Wah terlambat dech," gerutu saya sambil berganti-ganti melihat jam dan papan kedatangan kereta.
Saya membayangkan sahabat yang menjemput saya pasti mulai cemas karena saya belum juga kelihatan.
Begitu kereta datang, saya langsung melompat masuk. Entahlah tapi kereta berjalan sangat pelan dan berkali-kali berhenti.
"Ah, kok kereta api ini seperti nggak tahu kalau saya dikejar waktu!" kembali saya menggerutu dalam hati.
Saya akhirnya turun di sebuah stasiun dan pindah jalur kereta dengan harapan lebih cepat sampai di tujuan.
Ternyata stasiun kereta lain malahan mengharuskan saya menunggu kereta lebih lama.
"Saya harus naik taksi kalau begini."
Saya langsung melompat keluar dari kereta dan berlari ke arah taksi yang parkir agak jauh dari stasiun kereta.
"Saya janjian dengan orang dan sekarang sudah terlambat," pesan halus saya kepada sopir untuk lebih ngebut.
Begitu sampai di tempat tujuan, saya buru-buru bayar tanpa minta uang kembalian dan berlari-lari ke tempat parkir jemputan.
Saat pesta ulang tahun mulai dengan acara foto-foto, saya pun berniat mengabadikan saat istimewa itu.
Saya celingukan karena kamera entah berada dimana.
Spontan saya memukul dahi saya.
"Wah ketinggalan di taksi. Alamat hilang dech!"
Untunglah waktu naik taksi saya sempat meminta kartu nama sopir taksi itu.
Begitu saya terhubung dengan sopir taksi itu, saya mendengar suara di seberang.
"Saya menyimpan kamera Anda. Silakan datang untuk mengambilnya kapan pun."
Saya mengelap keringat yang sempat membasahi wajah saya.
"Ah, kejujuran belum hilang."
"Wah terlambat dech," gerutu saya sambil berganti-ganti melihat jam dan papan kedatangan kereta.
Saya membayangkan sahabat yang menjemput saya pasti mulai cemas karena saya belum juga kelihatan.
Begitu kereta datang, saya langsung melompat masuk. Entahlah tapi kereta berjalan sangat pelan dan berkali-kali berhenti.
"Ah, kok kereta api ini seperti nggak tahu kalau saya dikejar waktu!" kembali saya menggerutu dalam hati.
Saya akhirnya turun di sebuah stasiun dan pindah jalur kereta dengan harapan lebih cepat sampai di tujuan.
Ternyata stasiun kereta lain malahan mengharuskan saya menunggu kereta lebih lama.
"Saya harus naik taksi kalau begini."
Saya langsung melompat keluar dari kereta dan berlari ke arah taksi yang parkir agak jauh dari stasiun kereta.
"Saya janjian dengan orang dan sekarang sudah terlambat," pesan halus saya kepada sopir untuk lebih ngebut.
Begitu sampai di tempat tujuan, saya buru-buru bayar tanpa minta uang kembalian dan berlari-lari ke tempat parkir jemputan.
Saat pesta ulang tahun mulai dengan acara foto-foto, saya pun berniat mengabadikan saat istimewa itu.
Saya celingukan karena kamera entah berada dimana.
Spontan saya memukul dahi saya.
"Wah ketinggalan di taksi. Alamat hilang dech!"
Untunglah waktu naik taksi saya sempat meminta kartu nama sopir taksi itu.
Begitu saya terhubung dengan sopir taksi itu, saya mendengar suara di seberang.
"Saya menyimpan kamera Anda. Silakan datang untuk mengambilnya kapan pun."
Saya mengelap keringat yang sempat membasahi wajah saya.
"Ah, kejujuran belum hilang."
No comments:
Post a Comment