Saya beberapa kali mendapat undangan untuk mengunjungi kafe milik seorang sahabat. Kesempatan belum kesampaian juga karena kesibukan kerja masing-masing. Entah berapa kali rencana minum kopi bersama itu tertunda.
Sabtu kemarin saya menyempatkan diri untuk mampir setelah jam kafe tutup. Saya ingin mendengarkan suka duka mengelola kafe.
"Saudara hendak minum apa? Itu pertanyaan pertama saya kepada pengunjung kafe," katanya membuka pembicaraan.
"Rasa haus seringkali bukan alasan utama para pengunjung datang ke tempat ini," lanjutnya.
"Lalu?"
"Minum bersama mengungkapkan kedekatan persahabatan. Penolakan ajakan untuk minum bersama seringkali mengungkapkan keengganan, bahkan ketidakmauan untuk bersahabat secara dekat."
Pada saat bersamaan saya mengangkat gelas dan menyeruput kopi yang sedap itu. Lalu ia mengajak saya berkeliling ke kafenya.
"Intimitas merupakan kunci desain kafe ini. Saya ingin temali persahabatan pengunjung terekatkan setelah mereka minum bersama."
"Saudara hendak minum apa? Itu pertanyaan pertama saya kepada pengunjung kafe," katanya membuka pembicaraan.
"Rasa haus seringkali bukan alasan utama para pengunjung datang ke tempat ini," lanjutnya.
"Lalu?"
"Minum bersama mengungkapkan kedekatan persahabatan. Penolakan ajakan untuk minum bersama seringkali mengungkapkan keengganan, bahkan ketidakmauan untuk bersahabat secara dekat."
Pada saat bersamaan saya mengangkat gelas dan menyeruput kopi yang sedap itu. Lalu ia mengajak saya berkeliling ke kafenya.
"Intimitas merupakan kunci desain kafe ini. Saya ingin temali persahabatan pengunjung terekatkan setelah mereka minum bersama."
No comments:
Post a Comment