Sebuah keluarga muda dengan anak tunggal suatu kali mengundang saya untuk makan malam istimewa. Dalam perjalanan ke restoran, anaknya mulai merengek-rengek untuk dibelikan Wii Nintendo.
"Lain kali ya. Sekarang kita masih harus mengantre dan belum tentu mendapatkannya," bujuk ibunya.
"Harus sekarang!" rengek anak itu.
"Lain kali ya, Nak," kata bapaknya sambil mengelus rambut anaknya.
"Harus sekarang!!" teriak anak itu dan mulai menangis.
"Jangan menangis lagi. Kita akan membeli mainan itu dalam perjalanan pulang," kata ibunya mengalah.
"Janji ya," kata anak itu sambil menutup matanya untuk tidur di mobil.
Setelah anaknya tidur, ibunya berbisik pelan kepada saya
"Ia tahu menyalahgunakan tangisan untuk melumpuhkan kami."
"Ibunya terlalu memanjakan dia sejak kecil, Romo," kata suaminya mendudukkan perkaranya.
"Habis gimana ya, Romo. Khan dia anak satu-satunya," kata istrinya menutupi rasa malunya.
"Kita kehilangan wibawa dihadapan anak," keluh suaminya sambil memijiti keningya.
Keluarga yang baik tak pernah memberi tempat kepada siapa pun di dalamnya, termasuk anak, untuk menjadi tiran.
"Harus sekarang!" rengek anak itu.
"Lain kali ya, Nak," kata bapaknya sambil mengelus rambut anaknya.
"Harus sekarang!!" teriak anak itu dan mulai menangis.
"Jangan menangis lagi. Kita akan membeli mainan itu dalam perjalanan pulang," kata ibunya mengalah.
"Janji ya," kata anak itu sambil menutup matanya untuk tidur di mobil.
Setelah anaknya tidur, ibunya berbisik pelan kepada saya
"Ia tahu menyalahgunakan tangisan untuk melumpuhkan kami."
"Ibunya terlalu memanjakan dia sejak kecil, Romo," kata suaminya mendudukkan perkaranya.
"Habis gimana ya, Romo. Khan dia anak satu-satunya," kata istrinya menutupi rasa malunya.
"Kita kehilangan wibawa dihadapan anak," keluh suaminya sambil memijiti keningya.
Keluarga yang baik tak pernah memberi tempat kepada siapa pun di dalamnya, termasuk anak, untuk menjadi tiran.
No comments:
Post a Comment