Lahir Difabel
Mobil jemputan datang. Bunyi klakson mempercepat langkah saya dari pasturan. Saya kaget mengetahui penjemput saya.
“Jangan kuatir, Romo. Saya memiliki Surat Izin Mengemudi,” ujar Jessica.
Malam ini Jessica mengajak saya menonton pertandingan bola basket sekolahnya.
“Romo wajib lihat penampilan saya sebagai cheerleader. Saya baru saja menerima kartu hasil belajar dengan prestasi mengagumkan. O iya, saya tadi sempat menyiapkan makanan kecil sebagai syukur atasnya.”
“Terima kasih banyak, Jessica.”
Ia membalas dengan senyum manis.
Saya mengenal Jessica tiga tahun lalu. Jessica datang kepada saya dengan permohonan,
“Apakah saya boleh menjadi puteri altar di gereja?”
“Bagaimana Jessica dapat melakukan semua ini dengan sangat baik?”
“Kita pribadi dengan beragam kelemahan. Kelemahan yang paling menghambat kehidupan justru ciptaan kita sendiri.”
“Juga untuk difabel?” tanya saya lanjut.
“Ya. Awalnya sulit dan banyak pribadi menyerah.”
Mobil bergerak mendekati ruang parkir kosong di belakang stadion universitas. Menanti pertandingan, saya menuliskan kisah Jessica.
“Jessica lahir tanpa tangan. Ia memegang kemudi mobil dengan kaki kiri. Ia menggunakan kaki kanan untuk menginjak rem dan gas.”
No comments:
Post a Comment