Kuasa Kata: Menyapa

Saya pada awalnya mendesain blog ini sebagai gudang penyimpanan tulisan. Saya kemudian mengalihkan fungsinya sebagai ruang kemanusiaan. Layaknya seorang photografer, saya membingkai berbagai kehidupan manusia dalam beragam frame. Blog ini menawarkan senyuman, tetapi sekaligus air mata kehidupan.
Semoga setiap nama dan peristiwa dalam blog ini menyapa hidup pembaca. Kata yang baik memiliki kuasa untuk menyapa.

Mutiara Andalas, S.J.


Sunday, October 14, 2007

Kata Pertama: Bersyukur atau Mengeluh?


Sumber Dokumentasi:
www.bayrailalliance.org/bart

Beberapa minggu yang lalu saya naik kereta dari Berkeley ke San Francisco. Saya harus transit kereta di Mac Arthur station karena tidak ada jalur langsung ke San Francisco. Ketika saya kereta merapat di Mac Arthur, saya dan dengan berjalan ke kereta lain yang sudah menunggu. Betapa terkejut saya ketika saya mendapati para penumpang sudah berjejal berdiri di kereta. Sementara penumpang dari kereta saya berlari mencari ruang yang masih tersisa untuk berdiri. Saya ikut berlari dan dengan susah payah mendapatkan ruang berdiri meski sama sekali jauh dari rasa nyaman.
Di kereta mulai terasa ketidaknyamanan. Bau keringat. Berdesak-desakan. Umpatan terhadap pengelola kereta. Hampir semua menggerutu, meski ada juga yang menanggapi ketidaknyamanan itu sambil bercanda. Mungkin kalau ada orang Indo, komentar yang muncul sekitar ini, "Murah kok pengen nyaman." Capek dech...
Kereta berjalan seperti siput. Di setiap perhentian calon penumpang masih berusaha menerobos masuk kereta. Mereka yang di dalam kereta mulai emosi karena ruang yang sempit tambah pengap. Salah satu calon penerobos itu adalah seorang ibu tua dengan membawa beberapa plastik belanja di tangannya. Pandangan kami di kereta hampir sama: melotot pada ibu tua. Apa nggak tahu dia bahwa kereta sudah tak memiliki ruang lagi. Dengan susah payah ibu berhasil masuk... Nafas semua penumpang di dalam lega karena tak akan ada lagi calon penumpang yang masuk. Saat berjalan tiba-tiba itu, si ibu yang sedang menata nafasnya itu terkejut karena kereta tiba-tiba berjalan. Ia kehilangan keseimbangan. Tangannya berusaha menggapai bebeapa pinggang penumpang. Ia berhasil memegang pinggang seorang penumpang. Tapi tas shopping terlepas dari tangannya. sinya berserakan dimana-mana. Ada sebotol parfum yang ikut tercecer dan membentur tiang bawah pegangan kereta. Botol itu pecah... dan isi parfum tumpah. Dalam sekejap harum parfum itu merebak di seluruh kereta. Ah parfum itu Calvin Klein. Pandangan mata penumpang yang semula tak simpatik pelan-pelan melembut... dan akhirnya tersenyum menghirup parfum wangi di tengah kereta yang berjejal penumpang itu.
Kisah di kereta itu sering mewakili sikap dasar kita saat memulai hari hidup kita. Bersyukur atau mengeluh. Yang kedua seringkali mendominasi perasaan kita. Capek. Masih banyak lemburan. Nggak cukup tidur. Ada dua usulan untuk membangun sikap syukur dalam buku Captured by Grace oleh David Jeremiah. Pertama, catatlah berkat (kecil) yang diberikan Tuhan dalam hidupmu. Kedua, mintalah sahabatmu untuk menjadi an attitude spotter. Betapa banyak kita mengeluh dan kita tidak menyadarinya!
Kisah di kereta itu juga mewakili sikap dasar kita saat berdoa kepada Tuhan. Apakah doaku pada Tuhan lebih sering berisi permohonan, atau aku memulainya dengan syukur? Seorang mistikus rohani pernah bertutur, doa seorang beriman dewasa tidak mulai dengan permohonan, melainkan syukur. Bagaimana doa Anda sekarang ini?

2 comments:

Andrew said...

Very nice reflection, Romo. To have a positive or negative attitude/perspective toward life is really our choice. It really brightens my day, especially after Cal lost to Oregon State :)

Mutiara Andalas said...

Betul sekali... it is a matter of choice. Jenny Bevly, istrinya Beni yang pernah ikut road show kemanusiaan, yang menulis buku Mindset Sukses berkali-kali menekankan hal itu.
Go Bears...