Kuasa Kata: Menyapa

Saya pada awalnya mendesain blog ini sebagai gudang penyimpanan tulisan. Saya kemudian mengalihkan fungsinya sebagai ruang kemanusiaan. Layaknya seorang photografer, saya membingkai berbagai kehidupan manusia dalam beragam frame. Blog ini menawarkan senyuman, tetapi sekaligus air mata kehidupan.
Semoga setiap nama dan peristiwa dalam blog ini menyapa hidup pembaca. Kata yang baik memiliki kuasa untuk menyapa.

Mutiara Andalas, S.J.


Tuesday, October 2, 2007

Untold Story


duapuluh mei
sembilanbelas sembilan delapan
orang mengira tiba di ujung
jalan pintas sejarah

saking sesak-jenuhnya dada
saking tegang-pusingnya kepala
sepanjang tigapuluh tahun lebih

maka dengarlah itu
suara sorak sorai
demokrasi reformasi

maka lihatlah itu
orang melarut dalam
euphoria mimpi

suharto jatuh!

Demikianlah sepenggalan puisi Hersri Setiawan yang berjudul ‘Babad Tanah Jawi Episode Jaman Orba Dua’. Puisi tersebut adalah satu dari 159 puisi-puisi yang terangkum dalam sebuah buku kumpulan puisi yang berjudul “Inilah pamflet itu”. Acara peluncuran buku tersebut digelar pada tanggal 29 September lalu, mengambil tempat di Taman Ismail Marzuki dan dihadiri oleh berbagai kalangan serta diliput oleh media dalam dan luar negeri. Pembacaan puisi-puisi oleh beberapa public figures serta art performance yang memukau audiences. “Buku ini adalah semacam sebuah ‘political statement’ yang saya buat tentang kezaliman pemerintahan orde baru…” itulah kira-kira ungkapan Hersri mengawali acara pada malam hari tanggal 29 September tersebut. Bukan tidak mungkin tanggal 29 September dipilih untuk sebuah momentum sejarah. Kita semua masih ingat bahwa 30 September adalah awal dari sebuah sejarah bangsa Indonesia, dan Hersri --- melalui kumpulan puisi-puisi dibuku tersebut, tekesan ingin menguak sebagian dari kejadian selama perjalanan sejarah tersebut yang selama ini ‘jarang’ terungkapkan… buku ini seperti memberikan alternatif akan sebuah ‘untold story’.
agar kejahatan yang terjadi di Indonesia tidak pernah dilupakan, agar kejahatan itu tidak menjadi tak tertundukkan
- Asmara Nababan.

Teks, foto & desain grafis: Anastasia F. Lioe

No comments: