
Selama lebih dari dua puluh tahun mengabdi di keluarganya, Sinta telah mempraktekkan berbagai agama.
Yuli pernah mendengar pembantunya itu mengucapkan "Alhamdulillah" ketika mengawali dan mengakhiri perjalanan dengan kendaraan.
Pembantunya juga pernah minta izin untuk pergi ke laut dan memasang hio sambil melakukan ritual Buddhisme saat tahun baru Tionghoa.
Pembantunya ternyata juga menyimpan salib di dompetnya.
Yuli tak pernah bertanya secara khusus mengenai agama pembantunya. Ketika pembantunya meninggal, saya mengajukan pertanyaan kepada Yuli mengenai kepastian agamanya.
"Saya pernah dengar, tetapi lupa dari siapa, kalau Sinta itu sebenarnya beragama Katolik."
"Apakah ada anggota keluarga dia yang dapat dihubungi?"
Pagi ini saya mendapatkan telpon dari Yuli. Ia menyampaikan pesan dari saudaranya di Indonesia yang menginginkan ibadat kematian Katolik untuk Sinta.
Siangnya saya sudah sampai di ruang duka. Lebih dari tiga puluh pelayat yang mayoritas beragama Islam datang. Ada sekurang-kurangnya tiga pelayat yang saya tahu pasti beragama Katolik.
Setelah mendapatkan pengantar singkat dari Yuli mengenai almarhumah Sinta, saya mulai dengan ibadat kematian Katolik. Karena pernah mengambil beberapa mata kuliah Islam, saya menyelipkan beberapa kalimat dari Qur'an mengenai kematian dan kehidupan.
Pada akhir ibadat, saya mengundang semua pelayat untuk mengelilingi tempat pembaringan Sinta.
Saat jeda itu dirasakan banyak pelayat sebagai saat paling menyentuh.
Saya mendengar ayat-ayat Qur'an, nama Yesus, dan berbagai doa bagi almarhumah Sinta.
Yuli pernah mendengar pembantunya itu mengucapkan "Alhamdulillah" ketika mengawali dan mengakhiri perjalanan dengan kendaraan.
Pembantunya juga pernah minta izin untuk pergi ke laut dan memasang hio sambil melakukan ritual Buddhisme saat tahun baru Tionghoa.
Pembantunya ternyata juga menyimpan salib di dompetnya.
Yuli tak pernah bertanya secara khusus mengenai agama pembantunya. Ketika pembantunya meninggal, saya mengajukan pertanyaan kepada Yuli mengenai kepastian agamanya.
"Saya pernah dengar, tetapi lupa dari siapa, kalau Sinta itu sebenarnya beragama Katolik."
"Apakah ada anggota keluarga dia yang dapat dihubungi?"
Saya tidak ingin orang-orang yang dekat dengan hidup Sinta suatu saat nanti mempertanyakan kepada saya karena melakukan ibadat kematian Katolik.
Pagi ini saya mendapatkan telpon dari Yuli. Ia menyampaikan pesan dari saudaranya di Indonesia yang menginginkan ibadat kematian Katolik untuk Sinta.
Siangnya saya sudah sampai di ruang duka. Lebih dari tiga puluh pelayat yang mayoritas beragama Islam datang. Ada sekurang-kurangnya tiga pelayat yang saya tahu pasti beragama Katolik.
Setelah mendapatkan pengantar singkat dari Yuli mengenai almarhumah Sinta, saya mulai dengan ibadat kematian Katolik. Karena pernah mengambil beberapa mata kuliah Islam, saya menyelipkan beberapa kalimat dari Qur'an mengenai kematian dan kehidupan.
Pada akhir ibadat, saya mengundang semua pelayat untuk mengelilingi tempat pembaringan Sinta.
Kami membentuk lingkaran dan saya mengundang mereka untu saling berpegangan tangan. Setelah mendaraskan pesan Injil dalam lagu "Akulah Kebangkitan dan Hidup. Yang percaya pada-Ku akan hidup dan tak akan mati selamanya," saya memberi jeda keheningan selama beberapa saat dan mempersilakan semua pelayat untuk berdoa hening atau dalam nada rendah bagi almarhumah Sinta.
Saat jeda itu dirasakan banyak pelayat sebagai saat paling menyentuh.
Saya mendengar ayat-ayat Qur'an, nama Yesus, dan berbagai doa bagi almarhumah Sinta.
Dialog kehidupan antarpemeluk beragam agama berlangsung siang ini. Keberagaman agama mempersatukan, bukan menceraikan kami.
Sumber dokumentasi:
http://www.rumahliza.com/files/aina6_m.jpg
No comments:
Post a Comment