Kuasa Kata: Menyapa

Saya pada awalnya mendesain blog ini sebagai gudang penyimpanan tulisan. Saya kemudian mengalihkan fungsinya sebagai ruang kemanusiaan. Layaknya seorang photografer, saya membingkai berbagai kehidupan manusia dalam beragam frame. Blog ini menawarkan senyuman, tetapi sekaligus air mata kehidupan.
Semoga setiap nama dan peristiwa dalam blog ini menyapa hidup pembaca. Kata yang baik memiliki kuasa untuk menyapa.

Mutiara Andalas, S.J.


Saturday, February 9, 2008

Engkau Allah?

Allahkah Engkau?

Minggu terakhir sebelum Natal, toko-toko di jalan-jalan utama kota itu berubah menjadi negeri dongeng. Banyak sekali toko menjual kado Natal. Seorang perempuan yang sedang belanja memperhatikan seorang anak kecil, bertelanjang kaki dan berpakaian dekil, yang melongok ke satu toko sampai wajahnya menempel di kaca etalase. Perempuan itu menggandeng anak kecil itu ke dalam toko. Ia membelikan pakaian dan alas kaki baru untuknya.

Setelah keluar toko, perempuan itu bertutur,

“Saatnya pulang ke rumah anakku. Selamat merayakan Natal.”

Anak itu tak bisa menyembunyikan kekagumannya pada pribadi yang baru saja dikenalnya.

“Bolehkah kutahu siapa dirimu? Allahkah Engkau?”

Perempuan itu tersenyum simpul,


“Aku bukan Allah.
Sebagai pribadi kristiani, Aku menjadi puteri Allah.”

“Meskipun engkau bukan Allah, aku dapat menebak secara tepat bahwa engkau memiliki relasi tertentu dengan Allah.”[1]



[1] Disadur dari Hedwig Lewis, Mirror for the Heart (New Delhi: Gujarat Sahitya Prakash, 2001).

No comments: