Kuasa Kata: Menyapa

Saya pada awalnya mendesain blog ini sebagai gudang penyimpanan tulisan. Saya kemudian mengalihkan fungsinya sebagai ruang kemanusiaan. Layaknya seorang photografer, saya membingkai berbagai kehidupan manusia dalam beragam frame. Blog ini menawarkan senyuman, tetapi sekaligus air mata kehidupan.
Semoga setiap nama dan peristiwa dalam blog ini menyapa hidup pembaca. Kata yang baik memiliki kuasa untuk menyapa.

Mutiara Andalas, S.J.


Friday, February 8, 2008

Sound of Colors

Sound of Colors

Saat jalan-jalan ke San Francisco, saya secara tak sengaja menemukan sebuah film bagus berjudul Sound of Colors. Film ini bertutur tentang seorang gadis cantik tuna netra bernama Cheung Hoi Yeuk (Miriam Yeung) yang mencari cinta dengan pendengarannya. Khawatir puterinya belum juga mendapatkan jodoh, ayah Cheung mendatangi kios cinta milik Ho Yuk Ming (Tony Leung). Tidak ada yang berminat dengan gadis tuna netra. Ming akhirnya jumpa darat dengan Cheung. Perjumpaan awal itu membuka hati Cheung.

Suatu hari mata Ming tiba-tiba buta. Pada awalnya ia menolak bahwa dirinya sekarang tuna netra. Cheung berkunjung ke rumah sahabat barunya. Ia menawarkan program perawatan bagi penderita tuna netra. Pada awalnya Ming takut hidup sebagai orang buta. Cheung mengajari Ming melihat hidup secara baru dengan pendengarannya. Betapa banyak hal yang justru ia lihat ketika ia menjadi tuna netra. Salah satunya ia belajar membuka hatinya untuk Cheung.

Saat keduanya belanja di Supermarket untuk saling membelikan hadiah Natal, penglihatan Ming pulih kembali. Karena tidak ingin kehilangan Cheung, Ming berpura-pura tetap buta. Ia takut kehilangan cinta Cheung. Merasa ditipu, Cheung dengan kecewa meninggalkan Ming. Malam Tahun Baru, para sahabat Cheung dan Ming berniat mempertemukan dua orang yang saling mencintai di plaza Millennium. Malam itu pengunjung berjubel memadati plaza itu. Mereka harus bertemu sebelum pergantian tahun. Bertemukah mereka? Pendengaran mereka mempertemukan tangan dua orang yang saling mengasihi itu.

Generasi Bising

Melihat dunia dengan telinga di era cell phone atau iPod? Kita mungkin pernah melihat dua orang berjalan bersama, tetapi ternyata masing-masing asyik ngobrol dengan orang lain melalui cell phone mereka. Atau, masing-masing sibuk dengan musik di telinga masing-masing. Mereka tidak peduli dengan orang lain di sekitar mereka. Banyak orang mulai bicara tentang polusi audio-visual. Dunia kita bertambah bising. Kita ditarik untuk hidup dalam dunia tempurung kita. Kita tidak mau diganggu persoalan orang lain.

Orang zaman sekarang juga digambarkan menjalani hidup dengan ritme berlari. Kita barangkali pernah di-complain karena tidak segera membalas e-mail atau sms teman kita. Orang tidak sabar kalau diminta menanti. Hidup menjadi seperti restoran cepat saji. Apa yang hilang dari dunia yang berjalan dengan ritme tunggang langgang (runaway world) ini? Banyak sisi hidup kita tertinggal dalam keadaan berantakan. Komedian Rowan Atkinson dalam salah satu serial Mr. Bean memotret ritme hidup yang senantiasa diburu waktu ini. Ia cuci muka, gosok gigi, ganti baju, dan mengenakan sepatu, serta makan pagi saat mobil melaju menuju tempat kerja. Anthony de Mello, seorang guru rohani, menyatakan bahwa mayoritas dari kita menjalani aktivitas hidup dengan mata terpejam, tanpa kesadaran.

Dalam Heroic Leadership (2003) Chris Lowney menempatkan kesadaran diri (self-awareness) bersama dengan kreativitas (ingenuity), kasih (love), dan kepahlawanan (heroism) sebagai pilar-pilar utama kepemimpinan dalam dunia bisnis kontemporer. Berkaitan dengan kesadaran diri, dunia bisnis membutuhkan pelaku bisnis yang mengenali kekuatan, kelemahan, nilai, dan pandangan hidupnya. Singkatnya, kesadaran diri terkait dengan perkara menata hidup kita. Dunia bisnis tidak dapat dikelola oleh pribadi-pribadi yang berantakan hidupnya.

Menata Hidup

Masa prapaskah adalah saat untuk menata rumah kehidupan kita. Puasa, pantang, aksi sosial, sakramen rekonsiliasi, dan sebagainya adalah bantuan untuk menata hidup kita dihadirat Allah dan sesama. Yesus adalah teladan pribadi yang dapat menata hidupnya. Hidup-Nya menyatakan cinta tak bersyarat Allah kepada kita. Bukankah hal yang sama hendak kita usahakan sebagai para sahabat Yesus? Setiap pengikut Yesus diundang to know him more clearly, to love Him more dearly, and to follow Him more closely.

Saat saya masih kecil, ibu sering memberikan tugas harian rutin kepada saya untuk menyapu halaman atau mengelap vespa ayah. Suatu kali saya pernah bertanya, ‘Mengapa kita harus membersihkan setiap hari? Bukankah kemarin sudah dibersihkan?’ ‘Anakku, ibu ingin kamu memiliki kebiasaan (habitus) membersihkan rumah. Ibu harap kamu juga melakukan hal yang sama dengan hidupmu. Setiap hari ada debu kotor yang menempel dalam hidup kita. Kalau kita tidak teratur membersihkannya, kotoran itu akan menjadi kulit kedua kita.’

Kalau hidup kita itu seperti rumah, sisi-sisi mana yang berantakan? Kerusakan-kerusakan mana yang perlu diperbaiki? Dinding-dinding mana yang perlu dicat ulang? Di ruang-ruang rahasia mana kita biasanya menyembunyikan sampah-sampah kehidupan kita? Apakah pekarangan kita mulai ditumbuhi tanaman liar atau mulai tandus tanahnya? Hanya dengan menata hidup, kita dapat merasakan tangan kasih Yesus yang terulur pada kita. Selamat memasuki masa Prapaskah 2006.

No comments: