Kuasa Kata: Menyapa

Saya pada awalnya mendesain blog ini sebagai gudang penyimpanan tulisan. Saya kemudian mengalihkan fungsinya sebagai ruang kemanusiaan. Layaknya seorang photografer, saya membingkai berbagai kehidupan manusia dalam beragam frame. Blog ini menawarkan senyuman, tetapi sekaligus air mata kehidupan.
Semoga setiap nama dan peristiwa dalam blog ini menyapa hidup pembaca. Kata yang baik memiliki kuasa untuk menyapa.

Mutiara Andalas, S.J.


Sunday, March 23, 2008


Malaikat

“Ibu, apakah malaikat sungguh ada?”

“Buku-buku Bijak mengatakan demikian.”

“Ya. Aku pernah melihat gambarnya. Namun, apakah engkau pernah melihat malaikat?”

“Kukira begitu. Namun malaikat tidak mengenakan pakaian seperti di gambar.”

“Aku akan menempuh perjalanan berkilo-kilo hingga aku menemukan seorang malaikat.”

“Rencana bagus. Aku akan mendampingimu. Engkau terlalu kecil untuk melakukan perjalanan jauh.”

“Aku bukan anak kecil lagi.”

“Ibu lupa kalau kamu sudah besar. Aku ingin berjalan bersamamu di hari cerah ini.”

“Namun engkau berjalan pelan dengan sebelah kaki pincang.”

“Ibu dapat berjalan lebih cepat daripada yang engkau bayangkan.”

Mereka mulai berjalan. Anak itu melompat dan berlari dan ibunya berjalan gagah dengan kaki pincangnya.

Di tengah perjalanan mereka melihat sebuah kereta emas yang ditarik kuda-kuda gagah. Anak itu melihat seorang puteri cantik. Pakaiannya bertahtakan emas dan berlian. Mata puteri itu lebih berkilauan mengalahkan permata.

“Apakah engkau malaikat?”

Puteri cantik itu menatap dingin anak itu. Ia segera memerintahkan kusir menarik tali kekang kuda. Debu-debu beterbangan ke mata anak itu.

“Ia bukan malaikat,” kata anak itu.

“Malaikat tak pernah seperti dia,“ jawab ibunya sambil membantu anaknya membersihkan matanya.

Anak itu melompat dan berlari lagi. Ibunya mencoba mengikuti langkah anaknya sedapat mungkin.

Anak itu berhenti di depan sebuah rumah. Seorang ibu muda yang sangat manis. Pipinya seperti mawar diantara salju.

“Saya yakin engkau pasti seorang malaikat.”

“Ah kamu. Seseorang mengatakan demikian kemarin. Apa betul aku seperti malaikat?“

“Engkau malaikat.“

Ia mengangkat anak itu ke dalam rengkuhannya dan mengecup kedua pipinya.

Namun tiba-tiba ibu muda itu berteriak kecil,

“Oh itu lelaki yang mengatakan aku malaikat kemarin. Anak kecil, engkau mengotori bajuku dengan sepatumu yang berdebu dan tanganmu mengacaukan tatanan rambutku.”

Ia segera melepaskan pegangannya secara tiba-tiba. Akibatnya anak itu jatuh terjerembab ke tanah. Anak itu menangis.

Ibunya akhirnya mengelap air mata anaknya.

“Ia bukan malaikat.”

“Bukan. Suatu hari nanti ia mungkin akan menjadi malaikat. Ia masih muda.”

“Aku lelah. Pulang aja yuk.”

Ibu itu segera menggendong anaknya erat-erat dan berjalan pulang.

“Ibu. Apakah engkau dapat menjadi malaikat?”

Ibu itu menatap syahdu anaknya.

“Siapa pernah mendengar malaikat mengenakan celemek untuk memasak di dapur?“ jawab ibunya sambil melangkah mantap dengan sebelah kaki pincangnya.

Disadur dari "About Angels" oleh Laura E. Richards

1 comment:

Anonymous said...

Menyentuh sekali, Romo...

Allah hadir dlm kesederhanaan... berbahagialah mereka yang bisa melihat kehadiran-Nya dalam setiap hal-hal kecil yang sederhana setiap hari.