Malam ini saya pulang sangat larut. Saya menumpang kereta terakhir. Di salah satu stasiun seorang Afrika Amerika masuk gerbong kami. Pakaiannya parlente. Begitu masuk ia langsung menyapa penumpang di sekitarnya. Saya hanya mengamati saja dia dari jarak jauh.
Begitu mendapat sapaan, laki-laki itu mulai cerita panjang lebar. Kata-katanya seperti melompat-lompat karena tak ada yang nyambung.
Orang-orang di sekitarnya mulai menarik nafas lelah. Ada langsung pindah tempat. Ada yang pelan-pelan menutup matanya. Sebagian penumpang memandang keluar kereta dari balik kaca. Sebagian memasang earphone sehingga suara laki-laki itu menghilang terjepit dentuman musik.
Setelah memperhatikan agak lama, saya baru tahu. Laki-laki itu nampaknya mengidap penyakit kelainan jiwa.
Laki-laki itu terus berbicara, bahkan mulai menunjukkan sikap aneh. Sementara penumpang kereta nampak terduduk capai menjelang tengah malam.
Tiba-tiba saja saya teringat pengalaman masa kecil. Saya memiliki paman seperti laki-laki di kereta itu.
Kata ibu, "Pamanmu merasa ada seseorang yang mengajak dia bicara."
Paman itu sering berkunjung ke rumah kami, karena ia tahu kami selalu mendengarkannya, bahkan ketika kami sering kehilangan alur pembicaraannya. Ia senantiasa istimewa dalam pandangan kami.
Begitu mendapat sapaan, laki-laki itu mulai cerita panjang lebar. Kata-katanya seperti melompat-lompat karena tak ada yang nyambung.
Orang-orang di sekitarnya mulai menarik nafas lelah. Ada langsung pindah tempat. Ada yang pelan-pelan menutup matanya. Sebagian penumpang memandang keluar kereta dari balik kaca. Sebagian memasang earphone sehingga suara laki-laki itu menghilang terjepit dentuman musik.
Setelah memperhatikan agak lama, saya baru tahu. Laki-laki itu nampaknya mengidap penyakit kelainan jiwa.
Laki-laki itu terus berbicara, bahkan mulai menunjukkan sikap aneh. Sementara penumpang kereta nampak terduduk capai menjelang tengah malam.
Tiba-tiba saja saya teringat pengalaman masa kecil. Saya memiliki paman seperti laki-laki di kereta itu.
Kata ibu, "Pamanmu merasa ada seseorang yang mengajak dia bicara."
Paman itu sering berkunjung ke rumah kami, karena ia tahu kami selalu mendengarkannya, bahkan ketika kami sering kehilangan alur pembicaraannya. Ia senantiasa istimewa dalam pandangan kami.
No comments:
Post a Comment