Kuasa Kata: Menyapa

Saya pada awalnya mendesain blog ini sebagai gudang penyimpanan tulisan. Saya kemudian mengalihkan fungsinya sebagai ruang kemanusiaan. Layaknya seorang photografer, saya membingkai berbagai kehidupan manusia dalam beragam frame. Blog ini menawarkan senyuman, tetapi sekaligus air mata kehidupan.
Semoga setiap nama dan peristiwa dalam blog ini menyapa hidup pembaca. Kata yang baik memiliki kuasa untuk menyapa.

Mutiara Andalas, S.J.


Wednesday, June 4, 2008

Promosi Buku di http://tamanbacaan.com

Judul KESUCIAN POLITIK
Agama dan Politik di Tengah Krisis Kemanusiaan
Penulis P. Mutiara Andalas, SJ
Pengantar Christianto Wibisono
Spesiifikasi xvi + 254 hlm; 14 x 21 cm; soft cover
Harga Rp. 45.000,-

Buku ini menggugat siapa saja – termasuk mereka yang mengaku beragama dan ber-Tuhan – atas sikap-sikap yang kita ambil terhadap para korban: memalingkan muka atau merengkuh mereka? Benarkah cara beragama kita sudah sesuai dengan fakta kekerasan, ketidakadilan, dan pelanggaran hak asasi manusia? Cara penafsiran kita atas realitas kekerasan dan ketidakadilan tersebut sering tidak bertumpu pada pengalaman dan kesaksian langsung para korban, sehingga pemahaman akan kesadaran kita sering mengalami bias.

Melalui kisah-kisah pergumulan kemanusiaan yang terentang dari para ibu Plaza de Mayo, Rigoberta Menchu, Aung San Suu Kyi, Elie Wiesel, Hannah Arendt, Jon Sobrino, serta para korban dan keluarga korban tragdi kemanusiaan di Indonesia, penulis mengajak pembaca untuk mendekati tragedi kemanusiaan dari perspektif iman.

Kita diundang untuk mengenang korban dari ancaman amnesia sosial, serta membangun suatu politik anamnesis yang berpihak pada korban dan Allah kehidupan.


Buku ini merupakan salah satu metode penghukuman yang pasti menyentuh jantung hati nurani pelaku kejahatan HAM walaupun mereka lolos dari peradilan formal.
Christianto Wibisono

Aku punya permohonan kepada pemerintah sekarang. Aku minta pemerintah mengungkap provokator Mei 1998.
Mis masih tinggal bersama keluarga kami seandainya para provokator tidak membakar Yogya Plaza.
Bu Kus, ibu kandung Mis, korban Tragedi Mei 1998

Saya sebenarnya sudah lelah, tetapi harus tetap berjuang. Pemerintah memandang peristiwa Mei 1998 sebagai kasus sepele. Ketakutan mengalahkan keadilan hukum. Ibaratnya, Kejaksaan Agung memiliki pedang tajam tetapi takut untuk membacok.
Keluarga Kewi-Sannu, orang tua Ade, korban Tragedi Mei 1998

Kami menghendaki segera adanya penyelesaian melalui proses peradilan, dan oleh karenanya kami mengharapkan munculnya tokoh-tokoh politik bermoral, yang benar-benar mau mengantar, membawa, memperjuangkan kasus Semanggi ini ke proses peradilan, sehingga kebenaran serta keadilan bisa kami paparkan.
Maria Katarina Sumarsih, ibunda Wawan, korban Tragdi Semanggi I

Daftar Isi

Kata Pengantar oleh Christianto Wibisono
Pendahuluan

I Hermeneutika Korban
Surat kepada Presiden ; Keheningan Subversif ; Pelupaan Sosial

II Tepian Dunia Memandang Korban
Ibu Plaza de Mayo: Melawan Impunitas ; Rigoberta Menchu: Mawar Putih di Ujung Bedil ;
Elie Wiesel: Kamulah Saksiku ; Aung San Suu Kyi: Melawan Politik Senapan ;
Hannah Arendt: Kejahatan terhadap Kesucian ; Kemanusiaan

III Mengeja Abjad Air Mata
Hidupku Direngkuh Sahabat ; A’a Pulang Jadi Mayit ; Hidup Anakku Tak Dijual ; KTP Itu Milik Eten ;
Monolog Rahim ; Kami Tidak Lemah! ; Negara Utang Nyawa ; Rosario Air Mata ;
Anamnesis Sosial: Dari RSCM ke Pondok Rangon ; Isakku Tak Kunjung Usai ;
Kauseka Air Mataku dari Surga ; Hatiku yang Hancur Melawan ; Luka Membekas di Ingatan ;
Air Mataku Bergenang di Semanggi ; Rekonsiliasi Semu Mengaburkan Kebenaran ;
Pintu Keadilan Diborgol?

IV Kesucian Politik
Martir Politik: Membela Hidup Korban di Negara ; Kriminal ;
Kesucian Korban: In Memoriam Ita Martadinata dan Munir Said Thalib

V Agama dan Politik di Tengah Krisis Kemanusiaan
Clara: Aku Bukan Asu!
Politik Anamnesis ; Politik Amnesia ; Air Mata Kami Belum Kering

Catatan Akhir
Daftar Pustaka

No comments: