
Sumber dokumentasi:
http://gbgm-umc.org/images/photobank/f0158.jpg
Aruna Gnanadason
GEREJA DAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
Data statistik baru menyingkap
sebagian kekerasan terhadap perempuan.
Aruna Gnanadason[1]
Seorang perempuan rupawan suatu kali pulang malam dari tempat kerja. Tanpa sepengetahuannya segerombolan berandal mengikutinya. Saat melewati daerah gelap, berandal menyergapnya, mengambil barang berharga, dan berusaha memperkosanya.
Ia berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri mereka. Ia meronta sambil berteriak sekuat tenaga,
“Tolong! Hansip!”
Setelah berhasil melolosi semua pakaian calon korbannya, mereka bergantian menggagahinya. Setelah beberapa saat, teriakan minta tolong kepada aparat keamanan itu berubah menjadi desahan erotis berulang-ulang.
“Tol....Sip!”[2]
Saya seringkali mendengarkan humor senada dari mulut laki-laki saat santai. Pendengar kisahnya biasanya menyambut dengan tawa karena korban yang semula menolak kemudian menikmati perkosaan. Kisah penderitaan perempuan masih sering mendapatkan tanggapan senada. Alih-alih menumbuhkan solidaritas terhadap perempuan, sebagian mengabaikannya dengan menolak kebenarannya, menyunting kebenarannya, meremehkannya (trivialization) atau menerima kejahatan terhadap perempuan sebagai rutinitas sehari-hari (banalization). Tulisan ini hendak menyingkap beragam penderitaan terhadap perempuan dan perubahan sikap Gereja terhadapnya.
[1] Aruna Gnanadason, No Longer A Secret: The Church and Violence against Women (Geneva: WCC Publications, 1996),
[2] Terjadi permainan bahasa dengan pergantian kata ‘tolong’ menjadi ‘tol’ yang merupakan kependekan dari kata kontol untuk menyebut alat kelamin laki-laki. Kata ‘hansip’ yang semula berarti aparat keamanan mengalami pemendekan kata menjadi ‘sip’ yang mengungkapkan kenikmatan.
2 comments:
Aduhhhh dimana sih perasaan orang -orang itu kok bisa begitu "biadab"nya terhadap sesama kaum hawa? Lupa kali ya kalau mereka lahir dari wanita?
Bahkan dalam humor/lelucon/guyonan, perempuan pun dilecehkan.
Post a Comment