
Waktu Keluarga
Saat pulang liburan ke Indonesia, saya berkunjung ke rumah sahabat yang baru saja memiliki bayi pertama. Sambil menimang bayi dalam ayunan, ia mengisahkan jatuh bangun membagi waktu untuk dirinya, kerja, dan hidup sosialnya.
“Saat masih kuliah, hidup sosial itu seperti segala-galanya. Kadang saya mengorbankan waktu tidur dan belajar untuk berjumpa dengan sahabat-sahabat dekat.”
“Saat mulai masuk dunia kerja, saya gantian mengorbankan kehidupan pribadi dan kehidupan sosial.”
Pembicaraan terputus karena ia membalas bayinya yang tersenyum padanya. Ia menggenggam tangan bayinya selama beberapa waktu hingga bayinya tertidur pulas.
“Sejak kelahiran bayi, saya mengatur ulang jadual kehidupan. Keperluan pribadi, kerja, dan keluarga masing-masing mendapat alokasi waktu delapan jam dalam sehari.”
“Jadual bisa berjalan lancar?”
Pintu rumah terbuka. Suaminya datang dari kantor dan langsung ngobrol dengan kami.
“Susah sekali,” sahut suaminya.
“Waktu untuk keluarga paling rentan diambil untuk kegiatan pribadi atau kerja,” imbuhnya.
Ia mendekap bayinya erat-erat.
“Saya pernah hanya punya waktu satu jam sehari dengan keluarga,” akunya.
“Kami ingin anak mengenal kami sebagai ortunya,” imbuh istrinya.
No comments:
Post a Comment