
Peziarahan menuju Allah adalah peziarahan humanitas dari "kehidupan menuju kehidupan". Kita diciptakan secitra dengan Allah dan diundang kembali kepada-Nya sebagai citra Allah.Di tengah-tengah kebisuan dunia terhadap budaya kematian yang merusak wajah manusia sebagai citra Allah, Paus Yohanes Paulus II (1920-2005) hadir dengan seruan profetik: kultur kehidupan! Hormat akan kehidupan adalah perlawanan terhadap kultur kematian.Akar kultur kematianPaus Yohanes Paulus II merupakan salah satu tokoh terkemuka dalam sejarah yang mengajukan kosakata baru kultur kematian (culture of death). Kultur kematian adalah istilah untuk menamai nama daya-daya negatif yang merusak dunia kita. Kultur kematian sekaligus menunjuk kebisuan manusia di tengah-tengah persoalan-persoalan humanitas yang mempertaruhkan kehidupan umat manusia.Dalam Evangelium Vitae (1995), Paus menegaskan pengakuan atas nilai suci hidup manusia sejak awal mulai sampai kesudahannya. Kultur kematian itu menampakkan wajah destruktifnya dalam kekerasan, perang dan perdagangan senjata, pembunuhan/kerusakan lingkungan, penyebaran obat bius, eksploitasi seksualitas, dan sebagainya.Kultur kematian berakar pada distorsi subyektivitas dan kebebasan. Distorsi ini menimbulkan ancaman serius terhadap kehidupan, martabat, dan hak manusia. Orang-orang yang berada dalam posisi lemah dalam masyarakat, rentan sekali mengalami kematian prematur sebab kultur kematian menegasi perlindungan terhadap hidup manusia, pengembangan martabat manusia, dan penghormatan terhadap hak manusia. Kebijakan-kebijakan publik yang dipengaruhi kultur kematian tidak berkiblat pada mereka yang berada pada posisi rentan terhadap ancaman kematian prematur. Solidaritas terhadap mereka yang lemah tidak dibiarkan hidup dalam kultur kematian.Dalam masyarakat yang produktif, pragmatis, dan oportunistis, ada ruang semakin sempit bagi mereka yang lemah. Janin diaborsi. Bayi-bayi yang lahir cacat atau sakit berat dihabisi hidupnya. Euthanasia dilegalkan. Pengendalian penduduk (kelahiran) digunakan sebagai sarana untuk mengurangi pertumbuhan penduduk bangsa-bangsa miskin. Orang dibantu untuk mengakhiri hidupnya melalui tindakan bunuh diri. Orang-orang lanjut usia dan cacat dibuang dengan cara-cara yang halus. Mereka lebih dibiarkan daripada dipelihara dengan penuh cinta kasih. Masyarakat dan beberapa keluarga cenderung bertindak menurut sistem nilai yang menutup kemungkinan bagi mereka.Kultur kehidupanBerhadapan dengan kultur kematian yang berakar dalam sejarah, seruan Paus Yohanes Paulus II sebagai wakil otoritas Gereja seringkali menimbulkan kontroversi. Masyarakat seringkali gagal melihat perhatian dan keprihatinannya yang tersirat dalam yang tersurat. Melampaui apa yang tersurat dalam pernyataan-pernyataannya, yang tersirat adalah permohonan agar kita menghentikan keterpesonaan kita terhadap kultur kematian. Ia membongkar kedok kultur kematian. Kultur kematian itu sinonim dengan penghancuran dengan sengaja kehidupan manusia yang tidak berdosa!Paus Yohanes Paulus II menempatkan persoalan-persoalan itu sebagai persoalan hak asasi manusia. Ia juga hendak menempatkan persoalan-persoalan itu sebagai persoalan sosial. Usaha-usaha untuk menempatkan perkara-perkara sosial itu sebagai pertanyaan tentang preferensi atau pilihan privat mengabaikan ciri penting problem-problem itu sebagai suatu kebijakan publik. Karena negara dan masyarakat sebagai keseluruhan menaruh interes dalam memekarkan penghormatan akan kehidupan, kita tidak dapat menempatkan perkara hidup dan mati ini dalam ruang privat. Menjadi imperatif bagi komunitas religius-humanis melawan kultur kematian dalam semua manifestasinya dan menyodorkan etika kehidupan.Sebagaimana ditegaskan Paus Yohanes Paulus II, berhadapan dengan pesimisme dan egoisme yang membayang di permukaan bumi, Gereja berjuang demi kehidupan. Di dalam setiap kehidupan manusia, Gereja melihat cahaya terang jawaban ’ya’, yaitu ’amin’, yang adalah Kristus sendiri. Seruan Paus adalah desakan untuk memperbarui komitmen kita untuk membela kehidupan manusia. Kehidupan manusia itu suci. Setiap manusia, betapa- pun kecil, muda atau tergantung pada yang lain, berkenan di hati Allah. Allah berkenan menciptakan pribadi-pribadi manusia menurut citra Allah.Penghancuran kehidupan manusia secara langsung berlawanan dengan kehendak Allah yang menghendaki kehidupan manusia. Serangan terhadap kehidupan dan kesejahteraan ciptaan Allah yang tak bersalah itu merupakan serangan terhadap Allah pencipta kehidupan. Kitab Taurat memperlakukan pelanggaran terhadap kehidupan dan kesejahteraan orang yang tak bersalah sebagai serangan terhadap Allah kehidupan.Penolakan terhadap aborsi merupakan perlawanan terhadap kultur kematian. Pembela- an terhadap kultur kehidupan terjadi saat kita memilih melindungi anak-anak yang tidak dikehendaki kelahirannya, memerhatikan mereka yang cacat tubuh atau mental, mendukung kehidupan kaum lansia, dan sebagainya. Sikap eksklusif terhadap ras tertentu menyebabkan kelompok-kelompok minoritas menjadi non-pribadi. Rasisme telah menyingkirkan dan bahkan menelan korban bagi kelompok-kelompok minoritas. Setiap kekerasan seperti dalam konflik-konflik bersenjata itu destruktif.Kultur kehidupan adalah perlawanan terhadap budaya kematian. Perlawanan terhadap kultur kematian merupakan pembelaan terhadap kehidupan. Salah satu fakta paling tragis abad ini adalah bahwa perlawanan terhadap kultur kematian itu baru diserukan segelintir orang atau komunitas. Sebagian besar dari kita masih berperan sebagai penonton yang membiarkan kultur kematian itu memusnahkan kehidupan umat manusia. Sejarah yang dikelilingi kultur kematian akan cepat hancur kalau sebagian besar dari kita sekadar membisu di hadapan persoalan-persoalan kemanusiaan itu.Sebagai pelayan dari pelayannya Allah (servus servorum Dei), Paus Yohanes Paulus II mengalami bahwa sepanjang menjalankan kepemimpinan- dalam-pelayanan (leader-in- service), kekuatan fisiknya telah terkuras habis. Ia berkhotbah, menulis surat, dan mengadakan kunjungan pastoral di satu negara ke negara lain, terutama yang sedang mengalami konflik. Ia juga harus menanggung perlawanan yang makin gencar terhadap seruan agar dunia memperbarui diri. Kuasa kematian mengancam hidupnya. Ia kadang-kadang menerima hujatan dan teriakan permusuhan karena pesan kehidupannya. Bahkan, di kala segalanya seperti berujung pada kegagalan dan atau hanya menuai sedikit hasil, ia tetap menyuarakan kultur kehidupan. Tubuhnya yang semakin ringkih tidak melemahkan semangatnya untuk menawarkan pesan kehidupan di tengah dunia yang mengalami penderitaan ini. Seruan habitus baru kultur kehidupan itu terus bergema, bahkan saat Allah menjemput hidupnya.Seperti bayi kecil yang mulai mengeluarkan suara pertamanya, kehidupan itu bersuara lirih dan rentan sekali terhadap penghancuran. Sejarah kemanusiaan tidak dapat dibela dengan kebisuan. Kultur kehidupan harus dibela dengan melawan kultur kematian. Kebisuan kita terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan fundamental telah membiakkan kematian dan menyempurnakan kultur kematian. Paus Yohanes Paulus II mengundang kita untuk mengembangkan habitus baru kehidupan di tengah kultur yang memproduksi kematian prematur manusia.
No comments:
Post a Comment