Kemarin saya ikutan buka puasa di Pusat Kebudayaan Islam. Robert Wisnovsky, direktur Institut Studi Islam dari McGill University, hadir sebagai pembicara. Tema pembicaraannya lumayan 'dalem' alias berat di kepala "Islam and Rationalism Revisited: Recent Trends in the Study of Islamic Philosophy." Judulnya aja panjang banget. Bisa dibayangkan berapa lama kita harus denger ceramahnya. Fun though. Yang didiskusikan berangkat dari pidato Paus Benediktus XVI di Universitas Regensburg. Buat yang mulai bingung, seach internet deh soal isi pidato. Singkatnya sih, Paus buat comment yang mengabaikan sentralitas, bahkan eksistensi, dari rasionalitas dalam peradaban Islam. Nah, bintang tamu kita melakukan survei atas historiografi filsafat Islam dan perkembangan pemikiran rasional Islam di masa lalu dan di masa sekarang.
Ia nunjukin bahwa peradaban Barat dan Islam itu bersaudara. So, nggak benarlah pendapat bahwa Islam itu nggak memiliki peradaban. Sayangnya memang karya-karya peradaban Islam itu kurang dipublikasikan di dunia Barat. Pantesan aja Pope agak "kuper and kupeng" dengan peradaban Islam dari era klasik sampai modern. Tapi para ilmuwan juga sadar bahwa banyak karya setelah periode "emas" dalam pemikiran Islam itu banyak didominasi tafsir Quran. Jadi, banyak dipakai untuk kepentingan internal gitu loh. Yang terakhir, yang mendominasi pemikiran Islam adalah guru-guru ngaji daripada filsuf.
Messagenya apa ya dari pertemuan ini? Kita kudu hentikan pandangan salah bahwa Islam itu anti-peradaban dan anti-rasionalitas. Kita perlu rendah hati dan terbuka jika kita hendak menyemai dialog antar-iman.
2 comments:
Setahu saya, banyak sekali sumbangsih Islam dalam peradaban manusia. Well, memang masih belum dalam pembelajaran saya dalam bidang ini, namun kalau kita selektif dalam memilih buku2 bertema Islami, terutama yang ditulis oleh para scholar dan filsuf yang kredibel, banyak yang bisa diperdalam. Banyak hal2 yang insightful and beautiful.
Sayangnya, banyak buku2 kontemporer mengenai Islam ditulis oleh orang2 yang "punya agenda" sendiri2. Biasnya itu internalized sekali, jadi tanpa critical minds, sulit untuk di"baca." (Macam "propaganda" alias "steering the world into a direction" maunya penulis.)
Bias yang paling sulit untuk bisa dideteksi bukanlah yang berasal dari logical fallacies, namun yang berasal dari konstruksi pemikiran penulis.
Sekian. :)
Benar sekali Jennie. Ini yang dibilang sama professor itu sebagai salah satu "kebutaan" atau bahkan arogansi pengetahuan di "Dunia Barat." Sore itu saya beruntung sekali boleh menyantap banyak pengetahuan dari dunia Islam. Termasuk dipersilakan menjadi 'observer' dengan masuk ke dalam masjid dan memperhatikan mereka menjalankan ibadat mereka.
Post a Comment