Kuasa Kata: Menyapa

Saya pada awalnya mendesain blog ini sebagai gudang penyimpanan tulisan. Saya kemudian mengalihkan fungsinya sebagai ruang kemanusiaan. Layaknya seorang photografer, saya membingkai berbagai kehidupan manusia dalam beragam frame. Blog ini menawarkan senyuman, tetapi sekaligus air mata kehidupan.
Semoga setiap nama dan peristiwa dalam blog ini menyapa hidup pembaca. Kata yang baik memiliki kuasa untuk menyapa.

Mutiara Andalas, S.J.


Wednesday, September 19, 2007

Membingkai Hidup Korban


Perkenalkan teman yang duduk di samping saya ini Albertus Suryo Wicaksono. Belum kenal dia? Ia koordinator riset lapangan di Solidaritas Nusa Bangsa dan Kasut Perdamaian. Masih penasaran? Nich linknya www.snb.or.id Omong-omong dia teman satu kuliah – meski ia berada dalam generasi lebih jadul – di Sekolah Tinggi Filsafat Driyakara, Jakarta. Ia sedang tur di beberapa kota di Amerika Serikat. Beni Bevly - www.overseasthinktankforindonesia.com, Jennie - www.jennieforindonesia.com, dan saya menjadi bodyguards kalau-kalau terlalu banyak fans yang minta tanda tangan Suryo. Saya beruntung bisa mendampingi dia dalam tour kemanusiaan di Sacramento dan Oakland. Kehadiran dia sangat istimewa karena ia membawa pengalaman korban peristiwa di sekitar 1965.
Harus diakui terlalu banyak studi berasyik masyuk dengan ‘high politics.’ Korban sering tersingkir dengan focus studi akademik macam begini. Suryo dalam arti tertentu adalah aktivis kemanusiaan yang ‘langka dan pantas dilestarikan.’ Ia membongkar identitas pelaku kekerasan negara dengan menyingkap identitas korban. Ia menggali situs-situs yang kemungkinan dipakai oleh militer untuk mengubur massa yang didakwa tanpa alasan sebagai yang berafiliasi politik dengan Partai Komunis Indonesia.
Sore itu kami berkunjung ke Museum Holocaust di Berkeley. Saat perjalanan pulang, kami sadar pentingnya pembingkaian pengalaman korban. Pembingkaian pengalaman korban membuat kita memiliki ingatan sosial terhadap korban tragedi kekerasan negara. Di Indonesia, pengalaman korban itu bertumpuk-tumpuk tetapi kita belum banyak memiliki bingkai seperti di tempat yang kami kunjungi, sebuah museum. Tak heran, salah satu obsesi Suryo adalah membangun sebuah monumen untuk membingkai hidup korban dari ancaman pelupaan sosial. Ia ingin monumen itu menjadi tempat berlangsungnya rekonsiliasi sosial.

9 comments:

Jennie S. Bev said...

"Jadul"? Waak, bahasanya udah "bukan main" deh. Itu lagi yang satu lagi postingannya okem banget. ;)

Jennie

Mutiara Andalas said...

Jadul: Jaman Dulu. Zamannya Rhoma Irama masih pakai celana cutbrai. Ha...ha...ha...

Jennie S. Bev said...

Ngebayangin aja udah ngakak...

Mutiara Andalas said...

itu zaman papi dan mami masih sma...

Anonymous said...

Terima kasih Romo dan Mas Suryo telah membagi sejarah dan photo kenangan "tempo-doeloe" yang tak terlupa sewaktu ke Sacto. Dengan hadirnya Solidaritas Nusa Bangsa dan Kasut Perdamaian dapat menjadi perluasan solidaritas dan membawa perdamaian yang mewakili suara para korban kekerasan. Semoga.....

Sr-Sacto.

Mutiara Andalas said...

makasih Surya atas commentnya. Semua pengen balik lagi ke Sacramento lho. Mereka menemukaan "home base" di situ. Mereka sangat, sangat, sangat terkesan saat di Sacramento.

Anonymous said...

Silakan balik lagi ke Sacto dengan Mas Suryo, Beni dengan Jennie Juga "salam kenal-Jennie".
Ke Sacramento aku kan kembali.....

Mutiara Andalas said...

Neng atau Mbakayu atau Nimas Jennie ini yang mengajari saya buat blog: www.jennieforindonesia.com
so, silakan kunjungi website gurunya...

JennieSBev.com said...

Kapan2 kalau kami berdua ke Sacramento, akan hubungi Romo dan Surya. God bless.

Beni and Jennie