Kuasa Kata: Menyapa

Saya pada awalnya mendesain blog ini sebagai gudang penyimpanan tulisan. Saya kemudian mengalihkan fungsinya sebagai ruang kemanusiaan. Layaknya seorang photografer, saya membingkai berbagai kehidupan manusia dalam beragam frame. Blog ini menawarkan senyuman, tetapi sekaligus air mata kehidupan.
Semoga setiap nama dan peristiwa dalam blog ini menyapa hidup pembaca. Kata yang baik memiliki kuasa untuk menyapa.

Mutiara Andalas, S.J.


Wednesday, September 19, 2007

Ramadhan dan Kesucian Sosial

Hidup seorang beriman muslim berziarah dari Tuhan menuju Tuhan. Peziarahan iman itu seringkali diinterupsi kedosaan dan inhumanitas. Ramadhan adalah saat istimewa untuk kembali ke peziarahan menuju Allah. Idul Fitri adalah momen kairos saat komunitas beriman muslim lahir kembali dalam fitrah sucinya. Komunitas beriman muslim menolak kedosaan dan kejahatan sosial yang merusak humanitas kita. Inhumanitas adalah oposisi dari kesucian.

Reformasi Spiritual
Ramadhan adalah saat kairos, saat rahmat bagi komunitas beriman muslim. Tuhan membuka pintu surga dan menutup pintu neraka. Surga adalah tempat peristirahatan kekal bagi peziarah yang mencari Tuhan. Sebaliknya neraka adalah kubangan penderitaan bagi manusia yang memilih hidup dalam kedosaan. Komunitas beriman muslim masuk Ramadhan dengan kesadaran diri sebagai pendosa. Dosa merusak kemanusiaan. Ramadhan adalah undangan untuk berlutut dihadapan Tuhan dan mendengarkan suara-Nya.
Nabi Muhammad adalah teladan komunitas muslim dalam membangun sikap berlutut dihadapan Tuhan. Ia membuka dan menutup hidupnya dengan berlutut dihadapan Tuhan. Menyitir Santo Augustinus, hati Muhammad tak akan beristirahat hingga ia beristirahat dalam Tuhan. Revelasi Tuhan hadir kepadanya saat ia berlutut dihadapan Tuhan. Tuhan menyucikan hidupnya dari dosa.
Tuhan mengutus nabi Muhammad tidak hanya untuk reformasi spiritual, tetapi juga reformasi sosial di dunia Arab. Kedosaan sosial menghancurkan humanitas masyarakat Arab saat itu.
Reformasi spiritual diletakkan dalam relasi intrinsik dengan reformasi sosial. Reformasi spiritual tanpa reformasi sosial berarti membiarkan dosa dan kejahatan sosial menghancurkan humanitas dunia kita.
Reformasi spiritual dengan reformasi sosial membangun fondasi humanitas yang dirusak dosa. Dosa tidak hanya merusak perikemanusiaan individu, tetapi juga perikemanusiaan sosial dunia kita. Menyitir Sayyid Syeed, kekerasan berlawanan dengan Tuhan dalam Qur’an dan merupakan dehumanisasi terhadap martabat manusia.
Kesucian tak hanya hanya ditemukan dalam keheningan altar, tetapi kebisingan pelataran tempat ibadat. Sikap berlutut dihadapan Allah dalam ibadat diteruskan dengan sikap hormat dihadapan sesama manusia, terutama the suffering others. Sedekah adalah praksis solidaritas komunitas beriman muslim dengan the suffering others. Ia adalah resistensi aktif terhadap dosa sosial yang memproduksi kemiskinan dan kematian prematur rakyat kecil. Allah komunitas beriman muslim adalah Allah yang solider dengan the suffering others.

Kesucian Sosial
Komunitas beriman kristiani, teristimewa Katolik, merasakan efek positif langsung dari aktivitas puasa para sahabat muslim.
Pada tanggal 12 September 2006, Paus Benediktus XVI di Universitas Rogensburg menyitir kutipan mengenai Nabi Muhammad yang sangat menyudutkan dunia muslim. Dunia Islam tidak menanggapi pernyataan Paus dengan amarah, tetapi justru keramahan untuk menerima permohonan maaf dari otoritas Gereja Katolik. Komunitas Islam memberikan pengampunan tanpa syarat (unconditional forgiveness) kepada dunia kristiani. Dunia muslim mengundang komunitas kristiani untuk tidak membangun tembok perpecahan, melainkan jembatan perdamaian antaragama demi perdamaian dunia.
Permohonan maaf Paus berlanjut dengan dialog iman bersama para pemimpin komunitas Islam. Perdamaian antaragama akan memberikan kontribusi berharga bagi perdamaian dunia kita. Dunia kita mengalami kerusakan humanitas karena konflik, kekerasan, dan perang. Komunitas antaragama diundang untuk menciptakan persaudaraan sejati sebagai komunitas anak-anak Allah. Gereja Katolik di masa lalu ikut memproduksi inhumanitas pada skala massal karena bersekutu dengan kekuasaan politik yang korup.
Permohonan maaf menjadi tanda keseriusan Gereja Katolik untuk membangun jembatan rekonsiliasi dan dialog dengan komunitas Islam. Sejarah kekerasan dan inhumanitas harus diubah menjadi sejarah dialog dan perdamaian. Inhumanitas tak akan pernah menjadi pondasi humanitas. Tanpa rekonsilasi antaragama, kita akan sulit membangun dialog demi agenda kemanusiaan global. Perdamaian dunia tak akan mungkin terjadi tanpa perdamaian agama-agama.
Hans Kung dalam Infallible: An Enquiry (1971) mengundang otoritas Gereja Katolik untuk menyadari fallibilitas mereka. Otoritas tertinggi Gereja tidak kebal dari kedosaan. Mereka beberapa kali mengeluarkan pernyataan doktriner yang de facto salah dan berakibat fatal bagi humanitas. Namun Hans Kung prihatin akan kelambanan, bahkan tiadanya permohonan maaf dari otoritas Gereja di depan publik. Mereka cenderung mengkorupsi kesalahan mereka dengan justifikasi illahi.
Idul Fitri adalah undangan bagi dunia non-Islam, teristimewa komunitas kristiani, untuk silaturahmi dan mohon maaf atas kesalahan mereka. Perdamaian antaragama tak mungkin tercipta kalau masing-masing agama berpegang teguh pada sikap triumphalistic. Sikap demikian menutup rapat-rapat pintu rekonsiliasi. Jika kita tidak berhati-hati, klaim infallibilitas dapat menjadi tempat berkubang kita dalam kedosaan. Manusia cenderung memilih berkubang dalam dosa daripada berkabung terhadap dosa.
Hilangnya Pertobatan
Pertobatan nampaknya semakin menjadi kata yang menghilang tidak hanya dalam kamus liturgi, tetapi juga dalam kamus politik bangsa kita. Teresa Kalkutta menyatakan bahwa para politikus sering mengabaikan hidup the suffering others karena mereka jarang berlutut dihadapan Tuhan. Jika mereka berlutut dihadapan Tuhan, mereka tak akan mungkin akan membiarkan orang miskin berserakan di jalan. Kemanusiaan bangsa Indonesia rusak parah bukan pertama-tama dan terutama karena bencana alam, melainkan bencana sosial. Korupsi, kekerasan, pembalakan hutan, pengkambinghitaman rakyat sipil adalah beberapa dosa sosial besar bangsa kita tahun ini.
Kesucian dalam agama Islam terarah pada humanisasi dunia. Idul Fitri adalah perayaan komunitas beriman muslim yang kembali berlutut dihadapan Allah. Idul Fitri sekaligus adalah komitmen aktif melawan dosa sosial yang merusak humanitas kita. Akhirnya, selamat merayakan hari raya Idul Fitri kepada para sahabat muslim (SELESAI).

3 comments:

Jennie S. Bev said...

Terima kasih untuk postingan ini. Artikel ini penting untuk dipublikasikan di media massa. Sudahkah?

Jennie
(Kadang2 saya juga pengin nulis yang kayak gini, tapi tidak kredibel ya. Tidak punya "jubah" apa2. Menurut Anda bagaimana ya? Mesti sekaliber Karen Armstrong baru make sense bagi pembaca.)

Mutiara Andalas said...

artikel ini pernah saya tulis waktu di Berkeley. Mungkin jadi ketika bulan ramadhan udah mulai... so tak simpen di "storage".
Buat nulis beginian, he..he...he... mesti belajar dari temen-temen Jakarta, "PeDe aja lagi."

Mutiara Andalas said...
This comment has been removed by the author.