Kuasa Kata: Menyapa
Saya pada awalnya mendesain blog ini sebagai gudang penyimpanan tulisan. Saya kemudian mengalihkan fungsinya sebagai ruang kemanusiaan. Layaknya seorang photografer, saya membingkai berbagai kehidupan manusia dalam beragam frame. Blog ini menawarkan senyuman, tetapi sekaligus air mata kehidupan.
Semoga setiap nama dan peristiwa dalam blog ini menyapa hidup pembaca. Kata yang baik memiliki kuasa untuk menyapa.
Mutiara Andalas, S.J.
Thursday, October 11, 2007
Karl Rahner: A Forgotten Poet of God [Paper Kuliah]
Karl Rahner: Penyair Allah yang Terlupakan
Karl Rahner merupakan satu diantara para teolog terkemuka dalam teologi sistematik. Sudah ada bertumpuk tulisan yang mengulas teologi sistematiknya. Sejauh yang saya tahu ada satu sisi Karl Rahner yang belum banyak disentuh, yaitu sebagai penyair Allah. Dalam pandangan saya, Rahner termasuk salah satu tokoh dalam teologi sistematik yang menawarkan identitas tambahan teolog sebagai penyair Allah. Tulisan ini hendak menampilkan sisi yang sering terlupakan dari teolog sistematik Karl Rahner, dengan fokus pada tulisan-tulisan (tentang) doa. Harapannya, tulisan-tulisan (mengenai) doa dapat membantu kita untuk semakin memiliki gambar lengkap Karl Rahner sebagai teolog sistematik terkemuka.
Doa sebagai Dialog
Kita memahami doa secara sangat padat sebagai aktivitas dialog dengan Allah. Rahner mengundang kita untuk berefleksi apakah dan dalam arti apa doa menjadi aktivitas berdialog dengan Allah. Doa sebagai dialog dengan Allah mengandaikan bahwa manusia menjumpai Allah dan Allah menjumpai manusia. Karl Rahner menangkap kesulitan manusia kontemporer sampai pada pengalaman doa sebagai dialog dengan Allah. Manusia kontemporer seringkali mengalami doa sekedar menjadi sebuah soliloquy. Kita mengalami bahwa kita berbicara dengan diri kita sendiri tentang atau dihadapan Allah. Kita sulit membedakan Allah yang berbicara dengan diri kita dengan proses mental diri kita yang berbicara sendiri. Tak mengherankan bahwa kita seringkali mengalami doa bukan sebagai dialog dengan Allah, melainkan monolog dengan diri kita sendiri.
Rahner mengingatkan kita bahwa doa sebagai dialog dengan Allah memiliki keunikan yang berbeda dengan dialog antarmanusia. Doa sebagai dialog mengandaikan pengalaman akan rahmat Allah (the grace of God) dan kebebasan manusia (human freedom) Kita mengalami Allah sungguh-sungguh menjumpai kita. Doa sebagai dialog juga mengandaikan kebebasan dari pihak manusia untuk menerima kehendak Allah yang menyelamatkan.Manusia dalam pandangan Rahner adalah sekaligus mahkluk transendental dan historis.
Rahner melanjutkan diskusi ini saat berbicara mengenai doa permohonan (petitionary prayer). Ia melihat bahwa doa permohonan itu penting dan bermakna. Rahner menekankan lagi pentingnya di satu sisi manusia untuk mengungkapkan permohonan kepada Tuhan dan pada sisi yang lain keberserahan dirinya kepada Allah. Manusia maju melangkah kepada Allah untuk menghantarkan permohonan dan berserah kepada Allah untuk mengabulkannya. Doa permohanan yang benar muncul dari kebebasan manusia untuk menggapai Allah.
Rahner mengingatkan kita bahwa yang menghadap hadirat Allah adalah manusia konkrit, bukan manusia ideal abstrak, atau manusia yang hanya merindukan Allah saja. Manusia menghadap Allah dengan tekanan dan kebutuhan sehari-hari. Dalam doa permohonan, ia tetap memuji Allah kasih meskipun ia seringkali tidak mengungkapkannya secara eksplisit. Dalam doa permohonan, manusia bersujud dihadapan Allah dengan diri konkritnya. Manusia menyadari diri Allah dan sekaligus diri dia yang sejati.
Sumber:
Karl Rahner, The Practice of Faith: A Handbook of Contemporary Spirituality (New York: Crossroad, 1983)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
Potonya ini alim banget. :)
Kata Herakleitus, filsuf jadul.. Yunani kuno, yang sama mengenal yang sama. Yang alim mengenal yang alim. Lagipula bukunya tebal banget tuch... nggak tahu bisa selesai gak bacanya...
Post a Comment