Kuasa Kata: Menyapa

Saya pada awalnya mendesain blog ini sebagai gudang penyimpanan tulisan. Saya kemudian mengalihkan fungsinya sebagai ruang kemanusiaan. Layaknya seorang photografer, saya membingkai berbagai kehidupan manusia dalam beragam frame. Blog ini menawarkan senyuman, tetapi sekaligus air mata kehidupan.
Semoga setiap nama dan peristiwa dalam blog ini menyapa hidup pembaca. Kata yang baik memiliki kuasa untuk menyapa.

Mutiara Andalas, S.J.


Sunday, October 21, 2007

Martir Politik: Membela Hidup Korban di Negara Kriminal


[Tulisan ini merupakan kelanjutan proyek penulisan Berpaling kepada Wajah Korban: dari Amnesia ke Anamnesis yang rencananya akan diterbitkan dalam rangka 10 tahun peringatan tragedi kemanusiaan Mei - Semanggi 1998. Tulisan ini akan masih mengalami editing di luar blog]
Allah kasih adalah harapan bagi mereka yang mengalami kematian prematur akibat salib-salib sejarah
(Jon Sobrino)

Kemartiran perlu didekonstruksi dari kelekatannya dengan ruang agama. Ia harus ditarik keluar untuk berdialog dengan realitas negara Indonesia yang berpredikat criminal terhadap hidup korban. Perjumpaan dengan mereka yang mengalami kematiran prematur karena membela hidup korban mengundang agama untuk melihat ulang potret kemartiran yang selama ini beredar di kalangan komunitas hidup beriman. Para aktivis Hak Asasi Manusia menyebut mereka yang mengalami kematian prematur ini sebagai pejuang hak asasi manusia. Instituís agama juga diundang untuk menamai mereka.
Jon Sobrino, teolog pembebasan terkemuka dari El Salvador, memecah kebisuan insitusi agama dengan kosa kata barunya kemartiran politik. Sobrino menyebut mereka yang mengalami kematian prematur demi memuela hidup korban sebagai martir politik. Ia melepaskan lekatan “iman” yang selalu mengikuti kata “martir.” Ia kemudian melekatkan dua kata yang sepintas berada di dua sisi yang saling berjauhan, yaitu “kemartiran” dan “politik.” Tulisan ini hendak meneruskan dialog kemartiran politik yang telah diawali Jon Sobrino dalam konteks Indonesia pasca tragedi kemanusiaan 1998 (bersambung)

No comments: