Partai-partai politik Indonesia sampai saat ini belum berpihak pada rakyat. Mayoritas partai masih berpikir dalam paradigma kekuasaan dariapda paradigma rakyat. Koalisi dengan sekutu-sekutu politik yang memiliki ideology senada dianggap lebih penting daripada koalisi dengan rakyat. Banyak partai politik menjelang pemilu 2009 masih mengidap penyakit tercerabut dari akar politik mereka, yaitu rakyat. Rakyat dalam partai politik masih dipandang sebagai asesori yang hanya ditempelkan menjelang hajat pemilu.
Menghadapi pemilu 2009, pekerjaan rumah terbesar dari partai politik bukan melakukan koalisi antar partai, sebagaimana digagas dalam Liga Nasional. Pekerjaan rumah terbesar partai politik di Indonesia adalah berkoalisi dengan rakyat. Kita bisa menengok Liga Nasional untuk Demokrasi di Myanmar dengan tokoh karismatiknya Aung San Suu Kyi sebagai contoh baik partai politik dengan basis rakyat. Hidup matinya partai politik, menurut Suu Kyi, adalah keberakarannya pada rakyat. Rezim otoriter militer di Myanmar tidak punya masa depan politik karena jelas-jelas meninggalkan rakyat dan bahkan menjadikan rakyat sebagai korban politiknya.
Kalau partai politik ingin memenangkan laga pemilu 2009, mereka harus berhasil meminang rakyat. Rakyat Indonesia terlalu lama ditipu oleh partai politik dalam pemilu. Rakyat dapat mencabut dukungan politik mereka terhadap partai-partai yang anti-rakyat. Mereka semakin mengenali partai politik yang hanya memakai asesori rakyat untuk mendapat dukungan politik. Partai politik yang pro-rakyat benar-benar berakar dalam kepentingan rakyat. Kemiskinan, kekerasan, korupsi, dan perusakan ekologi adalah persoalan-persoalan negara yang merugikan rakyat. Partai politik yang mengklaim diri sebagai partai rakyat harus menanggapi persoalan-persoalan kemanusiaan itu.
Kelemahan, bahkan kesalahan dari gagasan Liga Nasional adalah tidak melihat rakyat sebagai subyek utama yang perlu digandeng dalam pemilu 2009. Rakyat adalah nafas partai politik. Dalam pemilu-pemilu sebelumnya, kita dapat belajar bahwa partai-partai politik elitis gagal total. Partai-partai yang hanya menggunakan rakyat sebagai asesoris juga ditinggalkan rakyat saat pemilihan umum. Mereka kehilangan nafas mereka saat pemilu. Rakyat tak boleh diabaikan dalam diskusi politik pemilu. Kalau mau melakukan sekutu politik, yang harus dijadikan partner politik bukan parpol lain tetapi rakyat.
Kembali belajar dari Liga Nasional Demokrasi, Suu Kyi menggagas partai yang selalu hidup satu nafas dengan rakyat. Partai politik yang baik lahir dari rahim rakyat. Mereka tak pernah meninggalkan rakyat karena mereka mendapatkan kuasa politik dari rakyat. Rakyat memberikan mandat kekuasaan kepada partai politik. Sebaliknya partai politik elitis sejak awal memiliki tujuan politik negatif. Mereka hanya menggunakan rakyat sebagai objek eksploitasi untuk menggembungkan perut partai. Akhirnya yang mendesak dilakukan partai politik bukan untuk membentuk Liga Nasional dengan partai politik dengan ideologi politik sama, tetapi membentuk koalisi dengan rakyat (SELESAI).
Sumber dokumentasi foto: http://www.tempointeraktif.com/hg/stokfoto/2005/02/03/stf,20050203-92,id.html
3 comments:
Very nice posting, Mo Andy. Can't agree more. :)
Politik berbasis rakyat is "horizontal power," sedangkan di Indonesia kebanyakan berbasis kekuasaan politik alias "vertical power." Horizontal power berakar dari kasih atas kemanusiaan, namun sayangnya orang2 yang kuat di hal ini biasanya "ogah" untuk berkutat di arena politik praktis. Jadilah mereka yang berkutat di sana berorientasi "vertical power."
wah brilliant comment!
jadi speechless nich
Post a Comment