Kuasa Kata: Menyapa

Saya pada awalnya mendesain blog ini sebagai gudang penyimpanan tulisan. Saya kemudian mengalihkan fungsinya sebagai ruang kemanusiaan. Layaknya seorang photografer, saya membingkai berbagai kehidupan manusia dalam beragam frame. Blog ini menawarkan senyuman, tetapi sekaligus air mata kehidupan.
Semoga setiap nama dan peristiwa dalam blog ini menyapa hidup pembaca. Kata yang baik memiliki kuasa untuk menyapa.

Mutiara Andalas, S.J.


Sunday, November 18, 2007

Air Kehidupan

Terima Kasih
Dokumentasi: www.pagesofink.com

Beberapa waktu yang lalu sepasang suami istri yang telah dikaruniai ABG (Anak Baru Gedhe) sharing dengan saya sambil bersungut-sungut,

"Anak-anak sekarang susah banget bilang 'Thank You' padahal kita kurang memberikan apa pada mereka. Mereka ini generasi 'taken for granted.' Mereka nggak tahu betapa kita kringetan kerja seharian untuk mereka. Gimana tuch nangangin anak-anak beginian?"

Pasangan lain mencoba memberikan solusi

"Mereka harus diajari berterima kasih sejak kecil. Kalau kita nich, misalnya kita mau ngasih sesuatu, kita nggak akan berikan barangnya sampai anak kita bilang 'thank you.'"

Yang lain ikutan nimbrung menimpali tanggapan temannya

"Iya sich. Mereka harus diajari berterima kasih, tapi mengucapkan terima kasihnya mesti tulus. Terima kasih yang dipaksain asem rasanya."

Saya yang semula denger akhirnya ikut nimbrung. Begitu nimbrung, langsung kena todong pertanyaan.

"Gimana ya, Mo An?"

"Mungkin kita, orang tua, yang harus memulai berterima kasih pada anak-anak kita."

Semua wajah nampak sewot dengan jawaban saya.

"Maksud Loe?" (bahasa Jakarta: bertanya dengan nada tinggi karena hampir-hampir tak percaya)

"Waktu kecil, setiap pagi, ibu selalu membangunkan kami. Pagi hari mulai dengan bagi-bagi tugas: mengisi bak mandi, menyapu halaman, mengepel rumah, mengelap sepeda motor bapak, mencuci piring, hingga beli ini itu di warung tetangga sebelah. Kadang-kadang nggrundel juga karena dibangunkan paksa dan langsung dikasih kerjaan."

"Lanjut Mo ceritanya" muka-muka sewot mulai berubah pengen tahu.

"Setelah kerja selesai bapak dan ibu memberikan tanggapan. Bapak biasanya diem-diem saja. Dia cuman liat apakan pekerjaan kami seperti yang diinginkan, lalu nyelonong pergi itu aja."

"Laki-laki cenderung begitu ya" ibu-ibu berkata kompak

"Jangan di-generalisir. Kami tidak begitu " Bapak-bapak menjawab tak kalah kompak.

"Kalau ibu gimana?"

"Ia selalu menghampiri kami dan bilang 'Terima kasih.'"

Baik bapak-bapak maupun ibu-ibu tanpa sadar garuk-garuk kepala semua. Mungkin jadi malu karena sering lupa bilang terima kasih.
Anda sendiri bagaimana?



No comments: