Hari Minggu lalu ada salah satu anak yang berulang tahun dan orang tuanya meminta koki restoran untuk mempersiapkan menu spesial.
Saya duduk dengan beberapa keluarga yang berada di urutan paling depan antrian. Mereka sangat menikmati menu hari itu: nasi kuning, bakmi, rendang, kerupuk, salad, softdrink, dan kue ultah. Pokoknya yummy. Mereka sangat lahap dan dalam sekejap makanan di piring sudah bersih.
"Nambah lagi, ah. Enak banget mienya."
Sementara itu beberapa keluarga di urutan paling belakang masih antri makan ronde pertama.
Beberapa keluarga yang sudah habis makanannya itu tiba-tiba memotong antrian dan mulai ambil sendiri makanan.
Kontan saja terjadi adegan saling pelotot antara pelayan makanan dan beberapa keluarga itu.
Pikir mereka yang mau nambah makanan
"Khan makanannya masih banyak. Nambah lagi nggak papa, donk. Gak perlu pakai antri lagi."
Sementara yang melayani makanan berpikir
"Ini orang nggak sopan banget sich. Masak masih ada yang antri makanan, mereka udah mau nambah. Nyelonong antrian lagi. Keterlaluan."
Rupanya tragedi saling pelototan itu belum selesai setelah acara di Gereja. Dalam perjalanan pulang, meneruskan tradisi 'ngrumpi' di Indo, beberapa ibu mulai tebar berita ini sana-sini. Pelayan makanan hari itu yang dituduh "pelit."
Ketika ibu-ibu itu masih ngomel dan minta saya membela posisi mereka, pikiran saya justru melayang jauh ke rumah. Waktu kecil ibu saya mendidik saya dengan etiket di meja makan.
"Kalau engkau makan, jangan hanya lihat dirimu. Perhatikan mereka yang berada di sekelingmu. Engkau akan tahu berapa jumlah makanan yang pantas kamu ambil di meja makan."
Sumber dokumentasi:
http://www.dkimages.com/discover/previews/912/763912.JPG
Saya duduk dengan beberapa keluarga yang berada di urutan paling depan antrian. Mereka sangat menikmati menu hari itu: nasi kuning, bakmi, rendang, kerupuk, salad, softdrink, dan kue ultah. Pokoknya yummy. Mereka sangat lahap dan dalam sekejap makanan di piring sudah bersih.
"Nambah lagi, ah. Enak banget mienya."
Sementara itu beberapa keluarga di urutan paling belakang masih antri makan ronde pertama.
Beberapa keluarga yang sudah habis makanannya itu tiba-tiba memotong antrian dan mulai ambil sendiri makanan.
Kontan saja terjadi adegan saling pelotot antara pelayan makanan dan beberapa keluarga itu.
Pikir mereka yang mau nambah makanan
"Khan makanannya masih banyak. Nambah lagi nggak papa, donk. Gak perlu pakai antri lagi."
Sementara yang melayani makanan berpikir
"Ini orang nggak sopan banget sich. Masak masih ada yang antri makanan, mereka udah mau nambah. Nyelonong antrian lagi. Keterlaluan."
Rupanya tragedi saling pelototan itu belum selesai setelah acara di Gereja. Dalam perjalanan pulang, meneruskan tradisi 'ngrumpi' di Indo, beberapa ibu mulai tebar berita ini sana-sini. Pelayan makanan hari itu yang dituduh "pelit."
Ketika ibu-ibu itu masih ngomel dan minta saya membela posisi mereka, pikiran saya justru melayang jauh ke rumah. Waktu kecil ibu saya mendidik saya dengan etiket di meja makan.
"Kalau engkau makan, jangan hanya lihat dirimu. Perhatikan mereka yang berada di sekelingmu. Engkau akan tahu berapa jumlah makanan yang pantas kamu ambil di meja makan."
Sumber dokumentasi:
2 comments:
Dulu waktu di WKICU, saya lebih senang antri paling belakang seperti romo. Yang nyendokin makanan biasanya sudah pergi, jadi bisa ambil semaunya...hehehe ... jadi vacuum cleaner.
he...he...he... good tactics ya
Post a Comment