
Tak jauh dari tempat tinggal ada toko Goodwill. Toko ini sangat unik dibandingkan dengan toko-toko di sekelilingnya. Toko ini barangkali lebih menyerupai gudang dibandingkan Macy atau sekelasnya. Ia menerima sumbangan barang pantas pakai atau guna. Ia menyediakan kotak besar di beberapa lokasi sehingga warga dapat memberikan sumbangan kapan pun juga.
Warga setempat sering juga menyumbang toko ini dengan barang-barang baru. Mereka biasanya tak memiliki ruang lagi di gudang rumah mereka. Toko ini kemudian menjual kembali barang-barang itu dengan harga sangat murah. Orang kadang-kadang berseloroh mau berbelanja ke Macy padahal sebenarnya mereka pergi ke Goodwill.
Saya beberapa kali berkunjung ke Goodwill dan ikut berburu pernak-pernik kecil. “Kok banyak orang sedemikian sukarela memberikan sumbangan barangnya kepada toko itu?” demikian pertanyaan yang sudah lama tersimpan dalam hati.
Saya jarang melihat toko itu kehabisan stok meski pembelinya termasuk lumayan banyak. Beberapa kali para pelayan meminta maaf kepada pengunjung untuk menyingkir dari jalan utama karena para penyumang hendak mengantar sumbangan ke ruang sortir.
Suatu ketika saya berkesempatan ngobrol dengan seorang pelayan Goodwill sedang menata barang di salah satu counternya.
“Apa yang membuat toko ini menarik banyak penyumbang barang?”
“Toko ini unik dibandingkan yang lain.”
“Maksudnya?”
“Hasil penjualan barang kembali ke masyarakat.”
“O iya,” nada suara saya meninggi karena hampir-hampir tak percaya.
“Memang demikian. Hasil penjualan barang-barang ini dipergunakan untuk membiayai kursus bagi penyandang cacat dan pengangguran.“
Tanpa sadar saya mengangguk berkali-kali.
“Pantesan nama tokonya Goodwill,” kata saya dalam hati sewaktu keluar toko.
No comments:
Post a Comment