Batu Penghalang
Seorang raja yang bijaksana hendak mengetahui sikap para warganya saat berhadapan dengan kesulitan bersama.
Suatu malam ia secara diam-diam meletakkan sebuah batu besar di jalan utama menuju istana, dan kemudian bersembunyi di sebuah tempat rahasia dekat batu besar itu.
Seorang tengkulak pertanian lewat dengan gerobag-gerobag raksasa yang mengangkut panenan padi.
“Ceroboh sekali! Siapa yang meninggalkan batu sebesar ini di tengah jalan. Apa ia tidak pernah berpikir batu ini dapat membahayakan yang lain?” umpatnya.
Ia segera meminta para kusirnya untuk mengambil jalan serong sehingga kereta-kereta mereka terhindar dari batu itu.
Sebentar kemudian seorang prajurit muda lewat jalan yang sama sambil bersiul riang. Ia terantuk batu besar itu dan tubuhnya jatuh terjerembab ke tanah. Sambil membersihkan pakaiannya dari debu, ia meluncurkan kata-kata makian.
“Anjrit! Hanya orang sinting meninggalkan batu sebesar ini di tengah jalan!” sambil matanya menoleh ke sekitarnya dan kemudian berlalu.
Matahari mulai tenggelam. Semua yang lewat bersikap senada dengan tengkulak pertanian dan prajurit muda.
Seorang perempuan muda berjalan dengan langkah lelah. Ia nampak baru pulang dari ladang pertanian. Wajahnya terbakar matahari dan keringat membedaki wajahnya.
“Hari mulai gelap. Mereka yang menggunakan jalan ini mudah sekali terantuk batu besar ini” katanya.
Ia lalu menyingsingkan lengan bajunya. Ia memandang sekitarnya dan mencari kayu besar untuk menjungkit batu itu. Ia berkali-kali gagal menggeser batu itu. Namun, ia terus mencoba dan batu besar itu akhirnya bergeser pelan ke tepian jalan.
Saat hendak meninggalkan tempat itu, pandangannya tertumbuk pada sebuah kotak tepat di bawah batu yang baru saja disingkirkannya.
“Emas!” katanya terkesima.
“Kotak berisi emas ini milik pribadi yang mau menyingkirkan batu besar ini dari tengah jalan,” demikian pesan yang tertatah pada kotak itu.
Kabar tentang perempuan muda dengan kotak emas segera menyebar. Paginya ribuan warga berbondong-bondong menggali tempat di sekitar kotak emas dengan harapan menemukan kotak-kotak emas lain.
Raja bijaksana mendekati para warganya sambil berkata,
“Kekecewaan adalah harga yang biasanya harus ditebus dari kemalasan.”[1]
http://www.brightwingrv.com/blogger/uploaded_images/Big%20Rock.jpg-786681.JPG
[1] Disadur dari William J. Bennet, The Moral Compass: Stories for a Life’s Journey (New York: Simon and Schuster, 1995), 613 – 614.
2 comments:
Busyet itu biografinya tambah panjang ajah ya...:)
iya gara-gara diminta buat biografi jadi copy paste dech... yang penting tidak nyantumin gelar akademik di belakang nama...:)
Post a Comment