Kami mengundang semua warga Indonesia dan warga dunia yang peduli Indonesia untuk menciptakan Indonesia baru tanpa kekerasan dan diskriminasi
Tujuan Kegiatan
Pelaksana dan Penggagas Kegiatan
Penggagas kegiatan ini adalah Overseas Think Tank for Indonesia/OTTI http://www.overseasthinktankforindonesia.com/">http://www.overseasthinktankforindonesia.com/>), suatu paguyuban lingkar studi mengenai Indonesia dari perspektif akademisi-aktivis kemanusiaan yang berpusat di Kalifornia, Amerika Serikat.
Cakupan, Waktu dan Tempat Kegiatan
Pertama, kegiatan ini terdiri atas pencatatan diri sebagai peserta petisi dan peserta kegiatan, penginformasian rencana kegiatan dan kegiatan, renungan kemanusiaan sedunia diikuti oleh orasi, seminar atau diskusi, dan pengiriman petisi.
Penutup
http://www.overseasthinktankforindonesia.com/">Overseas Think Tank for Indonesia
Berkeley, Jumat, 14 Maret 2008
Daftar Pustaka
Adam, A. W. (2002, 12 Februari). Cina Absen Dalam Pelajaran Sejarah. Koran Tempo.
Lampiran
Proposal Renungan Kemanusiaan Sedunia
Dalam Memperingati 10 tahun Tragedi Mei 1998
Petisi “Menuju Indonesia Baru Tanpa Kekerasan dan Diskriminasi”
"Sekitar jam 11.30, saya melihat beberapa orang di antara massa mencegat sebuah mobil dan memaksa penumpang turun, kemudian menarik dua orang gadis keluar. Mereka mulai melucuti pakaian kedua gadis itu dan memperkosanya beramai-ramai. Kedua gadis itu coba melawan sambil menjerit ketakutan, namun sia-sia," tutur seorang saksi mata di Muara Angke, Jakarta pada tanggal 14 Mei 1998.
“Hati saya masih sangat perih. Hidup saya tak berarti, hampa. Sampai kapanpun saya tidak akan bisa melupakan peristiwa biadab yang merengut nyawa anak saya dalam Tragedi Mei 1998. Dia dituduh penjarah, padahal ia korban. Saya hendak mencari keadilan, tapi kepada siapa? Mengapa ini harus terjadi?” tutur seorang ibu korban tragedi kemanusiaan Mei 1998.
92 perempuan Indonesia etnis Tionghoa menderita kekerasan seksual, 1.338 warga Indonesia menderita kematian dini di pusat-pusat perbelanjaan umum, dan tak terhitung fasilitas pribadi dan umum rusak dalam tragedi Mei 1998 yang berlangsung di Jakarta, Surabaya, Palembang, Solo, dan Lampung.
Kekerasan dan diskriminasi, seperti Tragedi Mei 1998, telah berlangsung di pertiwi Indonesia lebih dari tiga ratus tahun. Pada tahun 1740, lebih dari 10.000 warga Nusantara etnis Tionghoa menderita kematian dini karena pembantaian dan karena kekerasan seksual terhadap para perempuannya oleh Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) atas perintah Gubernur Jenderal Adriaan Valckenier.
Pada tanggal 31 Oktober 1918, sebagai akibat politik adu domba rezim kolonial Belanda, ribuan massa dari Mayong, Jepara, Pati, Demak, dan sekitarnya merusak kawasan pertokoan dan pemukiman warga Nusantara etnis Tionghoa di Kudus. Ratusan warga Nusantara etnis Tionghoa menderita luka dan enam belas dari mereka menderita kematian dini.
Praktek rezim kolonial Belanda yang melibatkan massa untuk melangsungkan kekerasan terhadap kelompok masyarakat yang dikambinghitamkan sebagai ancaman diadopsi oleh rezim penguasa Indonesia pasca-kemerdekaan. Politik kambing hitam terhadap G30S (Gerakan 30 September), misalnya, menelan korban dalam rentang ratusan ribu hingga jutaan korban laki-laki dan perempuan, minoritas dan mayoritas, Muslim dan non-Muslim.
Kekerasan dan diskriminasi lainnya dalam skala yang beragam telah berlangsung karena isu-isu suku, agama, ras, dan antarbudaya. Ledakan kekerasan masih berpotensi berlangsung di masa depan jika kita membiarkan para pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan lolos dari tuntutan hukum dan jika kita menolak berbela rasa dengan para korban.
Para pendahulu bangsa Indonesia telah mengawali terciptanya Nusantara-Indonesia yang menghargai pluralitas suku, agama, ras, dan antar budaya. Mereka bahu-membahu melawan setiap bentuk perendahan kemanusiaan dalam wujud kolonialisme, kekerasan, diskriminasi rasial, dan sebagainya. Mereka mengikrarkan satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia.
Pada peringatan 10 tahun tragedi kemanusiaan Mei 1998, kami mendorong pemerintah Republik Indonesia untuk mengusut tuntas tragedi kemanusiaan Mei 1998, dan mengadili para pelakunya.
Kami mendorong pemerintah Republik Indonesia untuk menindak secara hukum individu atau kelompok yang mengeksploitasi suku, agama, ras, dan antarbudaya untuk kekerasan dan diskriminasi terhadap target korbannya.
Kami mengundang semua warga Indonesia dan warga dunia yang peduli Indonesia untuk menciptakan Indonesia baru tanpa kekerasan dan diskriminasi.
1 comment:
Irma, adik almarhum B.R. Norma Irmawan, korban tembak aparat keamanan dalam tragedi Semanggi 1998.
"Untuk hak asasi manusia yang tertindas dan dilenyapkan baik sengaja ataupun tidak sengaja oleh oknum yang haus akan kekuasaan.
Untuk para pejuang HAM (sahabat, keluarga dan anak cucu), yang masih berjuang menuntut peradilan duniawi dan berjuang MELAWAN LUPA.
LAWAN, LAWAN dan LAWAN!"
Post a Comment