Kuasa Kata: Menyapa

Saya pada awalnya mendesain blog ini sebagai gudang penyimpanan tulisan. Saya kemudian mengalihkan fungsinya sebagai ruang kemanusiaan. Layaknya seorang photografer, saya membingkai berbagai kehidupan manusia dalam beragam frame. Blog ini menawarkan senyuman, tetapi sekaligus air mata kehidupan.
Semoga setiap nama dan peristiwa dalam blog ini menyapa hidup pembaca. Kata yang baik memiliki kuasa untuk menyapa.

Mutiara Andalas, S.J.


Wednesday, March 26, 2008

Renungan 10 Tahun Tragedi Kemanusiaan Mei 1998



Kami mengundang semua warga Indonesia dan warga dunia yang peduli Indonesia untuk menciptakan Indonesia baru tanpa kekerasan dan diskriminasi
Nama Kegiatan
Kami menamakan kegiatan dalam rangka memperingati 10 tahun Tragedi Mei 1998 “Renungan Kemanusiaan Sedunia”.

Tujuan Kegiatan
Renungan Kemanusiaan Sedunia mempunyai tiga tujuan utama, yaitu:
Pertama, mendorong pemerintah Republik Indonesia untuk mengusut tuntas tragedi kemanusiaan Mei 1998, dan mengadili para pelakunya.
Kedua, mendorong pemerintah Republik Indonesia untuk menindak secara hukum individu atau kelompok yang mengeksploitasi suku, agama, ras, dan antarbudaya untuk kekerasan dan diskriminasi terhadap target korbannya.
Ketiga,mengundang semua warga Indonesia dan warga dunia yang peduli Indonesia untuk menciptakan Indonesia baru tanpa kekerasan dan diskriminasi.

Pelaksana dan Penggagas Kegiatan
Pelaksana kegiatan adalah semua pihak, baik individu maupun organisasi yang mendukung tujuan kegiatan ini dan mencatatkan diri dalam petisi “Menuju Indonesia Baru Tanpa Kekerasan dan Diskriminasi” seperti terlampir melalui website Peaceful Indonesia "http://www.peacefulindonesia.com/petition/">http://www.peacefulindonesia.com

Penggagas kegiatan ini adalah Overseas Think Tank for Indonesia/OTTI http://www.overseasthinktankforindonesia.com/">http://www.overseasthinktankforindonesia.com/>), suatu paguyuban lingkar studi mengenai Indonesia dari perspektif akademisi-aktivis kemanusiaan yang berpusat di Kalifornia, Amerika Serikat.

Cakupan, Waktu dan Tempat Kegiatan
Cakupan, waktu dan tempat kegiatan Renungan Kemanusiaan Sedunia adalah:

Pertama, kegiatan ini terdiri atas pencatatan diri sebagai peserta petisi dan peserta kegiatan, penginformasian rencana kegiatan dan kegiatan, renungan kemanusiaan sedunia diikuti oleh orasi, seminar atau diskusi, dan pengiriman petisi.
Kedua, kegiatan pencatatan diri dalam petisi Menuju Indonesia Baru Tanpa Kekerasan dan Diskriminasi” dilakukan melalui web site Peaceful Indonesia dengan meng-klik http://www.peacefulindonesia.com/petition/">Masukkan Petisi antara tanggal 24 Maret 2008 sampai tanggal 1 Mei 2008.
Ketiga, pelaksana kegiatan atau peserta petisi memasang banner Renungan Sedunia 10 Tahun Tragedi Kemanusiaan Mei 1998 di web site atau di blog masing-masing. Pilihan banner ini bisa di-download dengan meng-klik http://www.peacefulindonesia.com/banners/">http://www.peacefulindonesia.com/banners/>.
Keempat, informasi rencana kegiatan dan kegiatan dari peserta petisi dipool di web site Peaceful Indonesia oleh para peserta petisi dengan mengirimkan teks/tulisan, gambar dan atau video/film ke web site ini dengan ditujukan ke peacefulindonesia[at]gmail[dot]com.
Kelima, renungan kemanusiaan sedunia dilakukan dengan membacakan petisi “Menuju Indonesia Baru Tanpa Kekerasan dan Diskriminasi” (seperti terlampir) dan diikuti oleh orasi yang diadakan pada tanggal 13-15 Mei 2008 di seluruh dunia oleh setiap peserta petisi di wilayah atau negara masing-masing.
Keenam, seminar atau diskusi mengenai “Menuju Indonesia Baru Tanpa Kekerasan dan Diskriminasi” pada bulan Mei 2008 diselenggarakan setiap peserta petisi di wilayah atau negara masing-masing.
Ketujuh, kami akan mengirimkan petisi kepada Presiden Republik Indonesia dan meneruskannya ke semua instansi, organisasi dan individu yang terkait di Indonesia dan di luar Indonesia. Kami memperkirakan semua pihak terkait sudah menerima petisi ini pada tanggal 10 Mei 2008.
Kami menyerahkan teknis pelaksanaan kegiatan di lapangan sepenunya kepada masing-masing individu dan organisai yang bergabung dalam petisi “Menuju Indonesia Baru Tanpa Kekerasan dan Diskriminasi.”

Penutup
Demikian proposal kami. Kami berharap semua pihak terpanggil dan tergerak dalam mendorong pemerintah Republik Indonesia untuk mengusut tuntas dan mengadili para pelaku kejahatan kemanusiaan, termasuk Tragedi Kemusiaan Mei 1998, dan menciptakan tatanan hidup bersama menuju Indonesia baru tanpa kekerasan dan diskriminasi.
Kami mengundang sudara-saudari untuk mengunjungi web site Peaceful Indonesia http://www.peacefulindonesia.com/">http://www.peacefulindonesia.com dan mengisi lembaran petisi http://www.peacefulindonesia.com/petition/">Menuju Indonesia Baru Tanpa Kekerasan dan Diskriminasi.
Untuk keterangan lebih lanjut, kami mempersilahkan saudara-saudari untuk menghubungi Mutiara Andalas, SJ, dan Dr. Beni Bevly di peacefulindonesia@gmail.com.
Hormat Kami,
Mutiara Andalas, SJ dan Dr. Beni Bevly
http://www.overseasthinktankforindonesia.com/">Overseas Think Tank for Indonesia
Berkeley, Jumat, 14 Maret 2008


Daftar Pustaka

Adam, A. W. (2002, 12 Februari). Cina Absen Dalam Pelajaran Sejarah. Koran Tempo.
Jusuf, E.I., Timbul, H., Gultom, O., & Frishka. (2007). Kerusuhan Mei 1998, Fakta, Data & Analisa. Jakarta, Indonesia: SNB, APHI dan TIFA.
Purdey, J. (2006). Anti-Chinese Violence in Indonesia, 1996-1999. Honolulu, HI: University of Hawai’i Press.
Qurtuby, S.A. (2003). Arus Cina-Islam-Jawa. Jakarta, Indonesia: Inspeal Ahimsakarya Press.
Setiono, G. (2003).Tionghoa dalam Pusaran Politik. Jakarta, Indonesia: ELKASA.
Setiono, G. (2006a, Mei). Peristiwa 13-15 Mai 1998 Puncak Kekerasan Anti Tionghoa di Indonesia. Makalah dalam rangka seminar di ICAA, Los Angeles, 13 Mei 2006 dan ICANet, San Francisco, 14 Mei 2006.
Setiono, G. (2006b, Mei). Tionghoa di Indonesia. Makalah dalam rangka seminar di Sebring Group di Toronto, Canada, 20 Mei 2006.
Suryadinata, L. (2005). Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia 1900-2002.Jakarta, Indonesia: INTI-LP3ES.
Vickers, A. (2007). A History of Modern Indonesia. New York, NY: Cambrige University Press.
Wijayakusuma, H. (1999, Mei). Warga Tionghoa Juga Anak Bangsa. Tabloid Suar 168. minggu ketiga.


Lampiran

Proposal Renungan Kemanusiaan Sedunia
Dalam Memperingati 10 tahun Tragedi Mei 1998


Petisi “Menuju Indonesia Baru Tanpa Kekerasan dan Diskriminasi”

"Sekitar jam 11.30, saya melihat beberapa orang di antara massa mencegat sebuah mobil dan memaksa penumpang turun, kemudian menarik dua orang gadis keluar. Mereka mulai melucuti pakaian kedua gadis itu dan memperkosanya beramai-ramai. Kedua gadis itu coba melawan sambil menjerit ketakutan, namun sia-sia," tutur seorang saksi mata di Muara Angke, Jakarta pada tanggal 14 Mei 1998.

“Hati saya masih sangat perih. Hidup saya tak berarti, hampa. Sampai kapanpun saya tidak akan bisa melupakan peristiwa biadab yang merengut nyawa anak saya dalam Tragedi Mei 1998. Dia dituduh penjarah, padahal ia korban. Saya hendak mencari keadilan, tapi kepada siapa? Mengapa ini harus terjadi?” tutur seorang ibu korban tragedi kemanusiaan Mei 1998.

92 perempuan Indonesia etnis Tionghoa menderita kekerasan seksual, 1.338 warga Indonesia menderita kematian dini di pusat-pusat perbelanjaan umum, dan tak terhitung fasilitas pribadi dan umum rusak dalam tragedi Mei 1998 yang berlangsung di Jakarta, Surabaya, Palembang, Solo, dan Lampung.

Kekerasan dan diskriminasi, seperti Tragedi Mei 1998, telah berlangsung di pertiwi Indonesia lebih dari tiga ratus tahun. Pada tahun 1740, lebih dari 10.000 warga Nusantara etnis Tionghoa menderita kematian dini karena pembantaian dan karena kekerasan seksual terhadap para perempuannya oleh Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) atas perintah Gubernur Jenderal Adriaan Valckenier.

Pada tanggal 31 Oktober 1918, sebagai akibat politik adu domba rezim kolonial Belanda, ribuan massa dari Mayong, Jepara, Pati, Demak, dan sekitarnya merusak kawasan pertokoan dan pemukiman warga Nusantara etnis Tionghoa di Kudus. Ratusan warga Nusantara etnis Tionghoa menderita luka dan enam belas dari mereka menderita kematian dini.

Praktek rezim kolonial Belanda yang melibatkan massa untuk melangsungkan kekerasan terhadap kelompok masyarakat yang dikambinghitamkan sebagai ancaman diadopsi oleh rezim penguasa Indonesia pasca-kemerdekaan. Politik kambing hitam terhadap G30S (Gerakan 30 September), misalnya, menelan korban dalam rentang ratusan ribu hingga jutaan korban laki-laki dan perempuan, minoritas dan mayoritas, Muslim dan non-Muslim.

Kekerasan dan diskriminasi lainnya dalam skala yang beragam telah berlangsung karena isu-isu suku, agama, ras, dan antarbudaya. Ledakan kekerasan masih berpotensi berlangsung di masa depan jika kita membiarkan para pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan lolos dari tuntutan hukum dan jika kita menolak berbela rasa dengan para korban.

Para pendahulu bangsa Indonesia telah mengawali terciptanya Nusantara-Indonesia yang menghargai pluralitas suku, agama, ras, dan antar budaya. Mereka bahu-membahu melawan setiap bentuk perendahan kemanusiaan dalam wujud kolonialisme, kekerasan, diskriminasi rasial, dan sebagainya. Mereka mengikrarkan satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia.

Pada peringatan 10 tahun tragedi kemanusiaan Mei 1998, kami mendorong pemerintah Republik Indonesia untuk mengusut tuntas tragedi kemanusiaan Mei 1998, dan mengadili para pelakunya.

Kami mendorong pemerintah Republik Indonesia untuk menindak secara hukum individu atau kelompok yang mengeksploitasi suku, agama, ras, dan antarbudaya untuk kekerasan dan diskriminasi terhadap target korbannya.

Kami mengundang semua warga Indonesia dan warga dunia yang peduli Indonesia untuk menciptakan Indonesia baru tanpa kekerasan dan diskriminasi.



1 comment:

Anonymous said...

Irma, adik almarhum B.R. Norma Irmawan, korban tembak aparat keamanan dalam tragedi Semanggi 1998.
"Untuk hak asasi manusia yang tertindas dan dilenyapkan baik sengaja ataupun tidak sengaja oleh oknum yang haus akan kekuasaan.
Untuk para pejuang HAM (sahabat, keluarga dan anak cucu), yang masih berjuang menuntut peradilan duniawi dan berjuang MELAWAN LUPA.
LAWAN, LAWAN dan LAWAN!"