Kuasa Kata: Menyapa

Saya pada awalnya mendesain blog ini sebagai gudang penyimpanan tulisan. Saya kemudian mengalihkan fungsinya sebagai ruang kemanusiaan. Layaknya seorang photografer, saya membingkai berbagai kehidupan manusia dalam beragam frame. Blog ini menawarkan senyuman, tetapi sekaligus air mata kehidupan.
Semoga setiap nama dan peristiwa dalam blog ini menyapa hidup pembaca. Kata yang baik memiliki kuasa untuk menyapa.

Mutiara Andalas, S.J.


Friday, March 28, 2008

Segera Terbit: Politik Anamnesis: Teologi Politik Kemanusiaan di Negara Kriminal

Pengarang: Mutiara Andalas, S.J.

Penerbit: BPK Gunung Mulia Jakarta

Tahun: 2008

Kata kunci: Korban 1998, Politik Anamnesis, Politik Amnesia, Jon Sobrino, Hannah Arendt, Ivonne Gebara, David Held, Teologi Politik Kemanusiaan, dan Negara Kriminal.


Buku Politik Anamnesis: Teologi Politik Kemanusiaan di Negara Kriminal lahir dari abjad air mata paguyuban keluarga korban Mei – Semanggi 1998. Kisah korban tragedi kemanusiaan tersebut sampai kepada kita melalui ziarah panjang baik dalam diri keluarga korban maupun penulis yang seringkali tersela keheningan panjang dan air mata. Pembaca akan menemukan pergumulan kemanusiaan-iman terdalam pasca-tragedi yang menggetarkan sanubari kita. Kisah pergumulan mereka seringkali berawal dan berakhir dengan air mata. Mereka seringkali berjumpa dengan Tuhan dengan bahasa keheningan dan air mata. Kedalaman kisah mereka seringkali justru terletak dalam spasi antar abjad kisah mereka. Penulis dengan sangat hati-hati mengeja bahasa keheningan dan air mata keluarga korban sehingga pembaca dapat mendengarkan kisah mereka yang punya kuasa menyapa kemanusiaan-iman kita.

Buku ini juga menampilkan pergumulan kemanusiaan-iman para pekerja kemanusiaan yang terentang dari Ibu Plaza de Mayo, Rigoberto Menchú, Aung San Suu Kyi, Elie Wiesel, Hannah Arendt, Jon Sobrino, dan sebagainya. Penulis menampilkan dialog imajiner mereka dengan paguyuban keluarga korban, pekerja kemanusiaan, dan aparat negara di Indonesia. Penulis juga menampilkan keteladanan martir politik kemanusiaan yang berkomitmen membela kesucian hidup korban hingga menebusnya dengan kehidupan mereka sendiri. Mereka menderita kematian prematur karena berkonfrontasi dengan illah-illah kematian sejarah yang juga menciptakan kematian dini pada korban yang dibelanya.

Penulis mengundang pembaca untuk mendekati tragedi kemanusiaan dari perspektif iman. Kita akan berjumpa dengan praksis iman dari individu atau komunitas beriman dari tradisi iman Islam, Kristiani, Yahudi, dan Buddha dalam isu kemanusiaan seperti diskriminasi rasial, perkosaan massal, kekerasan militer, dan rezim kriminal. Penulis juga mengisahkan pergumulan kemanusiaan-imannya dalam mendampingi perjuangan korban meraih keadilan di negara kriminal. Paguyuban keluarga korban tragedi kemanusiaan mengundang kita untuk mengenang korban dari ancaman amnesia sosial. Penulis yang menggeluti teologi politik kemanusiaan mengundang pembaca untuk berpaling pada kisah korban sejarah di Indonesia dan kisah Allah kehidupan dalam kitab suci.

Keunggulan Buku

a) Kebanyakan buku mengenai tragedi Mei – Semanggi menitikberatkan pada analisis politik tragedi dan miskin kisah korban. Naskah ini lebih menampilkan menampilkan kisah korban tragedi dengan bingkai analisis politik.

b) Sasaran pembaca buku-buku mengenai tragedi Mei – Semanggi masih terbatas pada dunia akademik. Naskah ini menggunakan genre monolog, dialog, catatan harian, hingga essai akademik sehingga berpotensi menjangkau audiens dengan strata pendidikan biasa hingga dunia akademik.

c) Buku mengenai tragedi Mei – Semanggi hampir tak menyentuh peran komunitas beriman. Buku ini melukis ulang peran komunitas beriman di tengah-tengah realitas korban dari perspektif iman Kristiani, Islam, Buddha, dan Yahudi.

d) Buku ini sensitif terhadap persoalan kekerasan perempuan dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang sangat jarang dimasuki buku-buku yang sudah terbit.


No comments: