Kuasa Kata: Menyapa

Saya pada awalnya mendesain blog ini sebagai gudang penyimpanan tulisan. Saya kemudian mengalihkan fungsinya sebagai ruang kemanusiaan. Layaknya seorang photografer, saya membingkai berbagai kehidupan manusia dalam beragam frame. Blog ini menawarkan senyuman, tetapi sekaligus air mata kehidupan.
Semoga setiap nama dan peristiwa dalam blog ini menyapa hidup pembaca. Kata yang baik memiliki kuasa untuk menyapa.

Mutiara Andalas, S.J.


Tuesday, May 6, 2008

Cerpen Ivonne Suryanto



AKHIR CINTA FANG-FANG


Sore itu udara tampak terasa dingin. Sedingin hati seorang gadis muda bermata sipit yang sedang galau. Ia duduk berselonjor, menyentuhkan ujung-ujung jari kakinya

dijilat dinginnya air kolam renang.

Ia menghabiskan waktu sorenya di sebuah kolam renang hotel berbintang . Ia ingin menjernihkan pikirannya yang memang kacau hari-hari ini

Kakinya masih terayun-ayun. Kecipak-cipak air terdengar tidak beraturan.Ia semakin tak bersemangat dan asyik memandangi anak-anak sebuah sekolah internasional yang sedang belajar berenang.

“Mama tidak mau kamu melanjutkan hubunganmu dengan Saul!”begitu hardik Mama ketika rencana pernikahannya ia ungkapkan pada mamanya. “Anak ingusan seperti kamu mau menikah dengan bujangan tua kere itu, jelas papa tidak setuju”, kata papanya menimpali

Gadis itu terhenyak

“Mama tidak mau ada warna kulit berbeda dalam keluarga kita, Fang-fang. Mama tak bisa bayangkan kalau kau datang dengan anak-anak yang berbeda kulitnya dengan kamu”

Mama tampak tak bisa menahan dirinya lagi. Berulang kali mama melipat tangannya di dada. Suaranya juga keras meninggi.

“Ingat Fang-fang tidak ada dalam keluarga kita yang menikah dengan pribumi. Lagipula mengapa kamu yang masih muda tidak menjalin hubungan dengan Roy, Johan, atau Hengky yang seumuran denganmu.?“

Fang-fang tetap terdiam, hingga papanya menyentuh pundaknya dan berkata “Mengertilah Fang-fang, yang papa katakan ini supaya nantinya kamu tak dikucilkan oleh keluarga kita”

Hati gadis itu meringis. Tak disangkanya mama dan papanya yang dikenalnya sangat mudah bergaul dengan bangsa pribumi ternyata terjebak juga dengan rasisme. Padahal ia tahu bahwa pelangan toko obat mamanya kebanyakan adalah orang pribumi. Bukankah itu menandakan bahwa kehadiran mereka diterima pula oleh orang pribumi?

Sejak kecil ia sudah diajar orangtuanya untuk tidak membedakan orang dari warna kulitnya, agamanya, hartanya. Tetapi kini mamanya telah berubah.

Fang-fang lalu bangkit dari duduknya, dan mengambil handuk untuk mengeringkan tubuhnya. Ia belum ingin pulang ke rumah, maka ia menuju kamar hotel yang dipesannya.

Saul mengemudikan vespanya dengan pelan. Sore itu dia baru saja pulang mengajar dari pratikum komputer di sebuah SMU. Masih terbayang di benaknya saat tadi pagi Fang-fang menitipkan surat pada Ita.

Mas Saul yang terkasih

Papa dan mama tidak menyetujui cinta kita. Aku tidak ingin melepaskan ikatan cinta yang terlanjur sudah bersemi kepada pak guruku yang tampan. Namun aku juga tidak bisa membayangkan bagaimana masa depan cinta kita bila papa mama mengusirku. Namun percayalah cinta untuk mas Saul adalah yang pertama untukku. Aku tak ingin menodainya

Salam kasih

Fang-fang.

Terbayang olehnya gadis sipit pujaannya. Fang-fang salah satu muridnya. Dan ia tak tahu kapan perasaannya berubah menjadi cinta. Gadis yang ceria, menarik dan lembut.Lalu mereka pun merenda cinta walau secara diam-diam selama 2 tahun. Ketika perjalanan cinta itu ingin diakhirinya dengan sebuah pernikahan, terbentur oleh stigma-stigma negative. Apalagi jarak umur 10 tahun yang membuat jurang itu terasa begitu dalam.

“Jangan hancurkan masa depan Fang-fang”, itu kata ibunya. Kamu orang Jawa, mana mau keluarga Fang-fang menerimamu” begitu kata ayahnya. Saul terus merenung. Cinta polos Fang-fang memang bukan yang pertama untuknya, namun cinta gadis itu begitu polos dan apa adanya, Saul tak mampu mengalahkan perasaanya.

Tapi masa depan macam manakah yang bisa diberikan untuk gadis kecil yang hidupnya tak pernah susah, selalu dikelilingi kemewahan? Mampukah Fang-fang menyesuaikan diri dengan suasana desa tempat tinggalnya?

Lalu dibelokannya vespanya ke hotel Melia, tempat Fang-fang memintanya untuk datang. Dan Saul siap pada keputusannya walaupun ia tahu keputusannya akan sangat menyakitkan gadis pujaannya.

Malam itu, sebuah pesan dari front office telah membuat gadis itu tersenyum dan terburu-buru turun ke lobby hotel. Sweater pink menutupi tubuhnya dari udara malam yang dingin.

Ketika dilihat mata lelah kekasihnya , Fang-fang tahu beban ini juga berat ditanggung Saul. “ Biarlah cinta kita membawaku pergi Fang-fang”, kata Saul pelan. Dia tak mampu menatap mata gadis kecilnya. “ Aku akan pindah ke Kalimantan dan mengajar disana,di kota ini aku coba melepaskan cintaku, namun aku tak kuasa, biarlah jarak saja yang memisahkan kita Fang-fang”. “Jadi mas Saul akan pergi meningalkan Fang-fang, lalu apa artinya hubungan kita 2 tahun ini?, Fang-fang mulai terisak.” “Maafkan aku Fang-fang aku tak ingin menghancurkan masa depanmu, kamu harus kuliah dan mungkin di tempat itu kamu akan menemukan belahan jiwa yang sesuku denganmu dan kamu tak perlu diusir dari keluargamu”

Fang-fang mulai mengerti di usianya yang baru 18 tahun perpisahan terasa menyakitkan. Namun apa daya, Saul sudah memikirkan masa depannya yang suram bila ia terus bersama pak gurunya.Biarkan waktu yang akan menyembuhkan luka hatinya.


Epilog

Kini 5 tahun sudah berlalu dan Fang-fang belum juga menemukan penganti Saul. Kadang di hari-harinya yang sepi ia merindukan pelukan hangat Saul. Hingga di suatu pagi, ada undangan merah jambu, undangan pernikahan Saul. Matanya mulai basah

No comments: