Ratapan kepada Allah
Teologi perempuan Asia merupakan seruan, permohonan, dan ratapan kepada Tuhan. Ia lebih terpahat dalam hati banyak perempuan yang didera penderitaan, namun senantiasa memiliki nyala harapan, daripada ditulis dengan pena di atas kertas.
Pembaca barangkali terhenyak karena saya mendekati isu perempuan-kemanusiaan dari bidang teologi yang masih terdengar asing bagi sebagian telinga masyarakat. Saya menanggapi keheranan awal pembaca justru dari keterkejutan saat membaca buku Eyes of the Heart (2000) karya Jean-Bertrand Aristide. Mantan presiden
Kita melihat dengan hati pribadi-pribadi di hadapan kita. Kita tidak dapat memandang Allah, namun dapat melihat anak-anak, perempuan, dan laki-laki. Kita mengenal Allah melalui pribadi-pribadi ini. Perjuangan kasih-keadilan mensyaratkan keterpautan kita dengan keillahian. Sebagian barangkali menyebutnya iman, teologi, ataunilai, prinsip, kasih, keadilan. Orang miskin menyampaikan pelajaran kehidupan berharga bahwa tanpa keillahian atau sebutan-sebutan lainnya kehidupan mereka telah mengalami kematian dini.
Hasrat senada berkuncup di kalangan teolog. Robert Banks dalam Redeeming the Routines (1993) mengajak teolog untuk mendengarkan kisah kehidupan sehari-hari dan menebus rutinitas kehidupan pribadi-pribadi tersebut. Ia memandang teologi sekular dan teologi politik sebagai usaha-usaha rintisan pada tahun 1960-an untuk menebus rutinitas kehidupan sehari-hari. Penerjemahan pesan-pesan kristiani dalam istilah-istilah non-kristiani bahkan non-agama akhirnya mengubah arah teologi sekular menjadi etika. Teologi politik berusaha memberi lebih peduli pada pengaruh struktur-struktur sosial dan politik, dan menekankan dimensi politik dari Injil. Usaha untuk menebus rutinitas kehidupan sehari-hari ini melahirkan teologi kontekstual, teologi lokal, teologi praktis, teologi awam dan teologi pembebasan.
Kata teologi menunjuk pada suatu usaha dari pihak pribadi kristiani untuk berpikir tentang kepercayaan mereka dan menyusunnya secara sistematis dengan maksud untuk mendekatkan diri mereka dengan Allah dan lebih merefleksikan karakter Allah dalam kehidupan mereka. Saya kadang-kadang menyebut berpikir secara kristiani, mengembangkan perspektif kristiani, meraih pemahaman kristiani, dan menebus aspek-aspek rutin kehidupan sebagai sinonim dari teologi.
Pembaca mungkin juga akan mengernyitkan dahi karena penulis pada halaman-halaman pembuka sudah menyodori pembaca dengan kata teologi. Menyitir Robert Banks, kata teologi begitu ditangkap mata pembaca di rak pajangan toko buku ibarat ciuman kematian. Percakapan dengan orang lain terputus seketika begitu ia memperkenalkan diri sebagai teolog. Tanggapan sebaliknya terjadi pada mahasiswa teologi atau teolog. Kata teologi langsung menarik perhatian mereka. Saya berusaha mendamaikan keragaman publik masyarakat, akademisi, dan komunitas agama yang menjadi target pembaca buku ini.
Penulis menyusun buku ini dengan maksud sangat bersahaja, yaitu perkenalan awal dengan teologi perempuan
Sebagian pembaca mungkin mempertanyakan kebaruan gagasan buku dibandingkan buku-buku atau tulisan-tulisan yang telah tersebar mengenai teologi perempuan
Keistimewaan lain buku ini terletak dalam konteks yang dibayangkan penulisnya. Saya mengupas gagasan-gagasan teolog perempuan
Saya menulis teologi perempuan Asia dari perspektif pro-feminis. Teologi perempuan Asia lahir dari rahim perempuan yang berjuang bersama para saudara laki-lakinya untuk pembebasan perempuan-manusia Asia. Ia menghargai sekaligus mengajukan kritik atas karya-karya teologis yang dikerjakan saudara laki-lakinya di Asia. Ia menghargai sumbangan para saudara laki-lakinya dalam pencarian perempuan untuk merumuskan teologi perempuan Asia. Saya menyusun buku ini dari perspektif teolog pro-feminis katolik Indonesia. Identitas 'pro-feminis katolik Indonesia' merupakan tanda pengenal penulis di depan publik akademik, masyarakat, dan komunitas agama.
Untuk membantu pembaca mengikuti alur pemikiran penulis, buku ini memiliki struktur sebagai berikut. Bab 1 mengisahkan pengakuan terbuka penulis dalam perjumpaan dengan feminisme dan teologi perempuan
No comments:
Post a Comment