
Sumber dokumentasi:
http://www.haitiinpaint.com/images/paintings/TheBeggar.jpg
Kemiskinan
Suatu ketika sebuah keluarga muda dengan anaknya yang mulai masuk sekolah dasar mengundang saya untuk makan malam di sebuah restoran Shezuan.
Restoran sangat ramai sehingga kami hanya kebagian tempat duduk di dekat pintu masuk. Dari dalam restoran kami dapat melihat lalu lalang pejalan kaki dan kendaraan.
“Krisis ekonomi berlangsung lebih panjang dari perkiraan banyak pakar,” kata suaminya mengutip koran hari ini.
Saat hendak menyantap hidangan, kami melihat seorang ibu dengan anak kecilnya duduk menggelesot di luar restoran. Mata mereka melongok ke dalam restoran.
Istri keluarga itu segera memanggil pelayan untuk meminta piring kertas. Tangannya cekatan mengisi piring dengan beragam makanan yang tersedia di meja.
“Adik, Mama minta tolong makanan ini untuk diberikan kepada mereka ya?”
“Mereka duduk hampir seharian di depan restoran dan kita yang pertama memperhatikan mereka,” demikian kata anaknya ketika kembali dari luar restoran.
“Mengapa ibu dan anaknya sampai kekurangan rejeki?”
“Dunia kita sebenarnya menyediakan lebih untuk mencukupi kebutuhan semua warganya. Namun sebagian kecil rakus sehingga sebagian besar hidup dalam kemiskinan.”
4 comments:
Betapa indahnya dunia bila setiap manusia bisa terpesona oleh aliran sungai kehidupan dan senandung symphony cinta Sang Pencipta, sehingga "keakuan" akan terlupakan, dan tiada lagi kemiskinan di dunia ini...
"Kekitaan." Sejak kapan kata ini menghilang dari kosa kata masyarakat?
Saya sangat setuju Romo. Sungguh sayang "kekitaan" telah menghilang dari banyak sanubari.
Saat "keakuan" menghilang, "kekitaan" lah yang akan menggantikannya...
Semoga hari makin hari, makin banyak sanubari yg lebih memilih "kekitaan" untuk mengisi relung yang kosong itu.
Sumpah Pemuda lagi kali ya? Biar kata "Kita/Kami" kembali.
Post a Comment