
http://cache.daylife.com/imageserve/00qwfNz5U1e2j/610x.jpg
Mary John Mananzan, OSB
teologi perjuangan:
dari dulcissimmi jesu ke jesus liberationis
Aku dikenai pasal menghasut rakyat
karena membicarakan kemiskinan Filipina.
Mary John Mananzan, OSB
|
Pada tahun 1984 di Filipina beredar film Sister Stella L. Filmnya berkisah tentang Film itu mengangkat tema keterlibatan religius kristiani di tengah krisis kemanusiaan. Stella Legaspi semula hidup di balik tembok biara dan mengalami perubahan orientasi setelah berjumpa dengan rakyat miskin dan seniornya yang terlebih dahulu melibatkan diri dengan perjuangan rakyat miskin. Matanya tercelik saat menyaksikan gerakan buruh yang menuntut hak-hak dasar dibubarkan secara paksa oleh aparat. Keterlibatannya dengan gerakan rakyat miskin menyulut kontroversi. ‘Jika komunis telah merasuki kaum religius, saya lebih baik meninggalkan agama katolik.” Suster Stella menanggapi, “Kalian barangkali perlu meninggalkan iman Katolik karena beribadat pada Allah yang salah.” Ia menyingsingkan pakaian biarawatinya, “Kalau kalian mempertanyakan kemampuan saya sebagai biarawati untuk bicara politik, perkenankan saya bicara sebagai seorang manusia kristiani. Jika hidup sekarang di Filipina, Yesus pun akan berjuang bersama rakyat miskin.” Ia meneriakkan pekik perjuangan aktivis kemanusiaan, “Kung hindi tayo kikilos, sino pa, kung hindi ngayon, kailan pa!” “Jika bukan kita, siapa yang akan bertindak? Jika bukan sekarang, kapan lagi?”
Film itu menarik perhatian banyak pemirsa karena penulis naskahnya meletakkan pekik perjuangan pada lidah biarawati. Mina Roces menyebut para suster sebagaimana digambarkan dalam film Sister Stella L sebagai suster militan. Ia menyebut mereka sebagai biarawati perempuan, aktivis politik, dan feminis. Mereka bergumul dengan ambivalensi peran tradisional perempuan sebagai penjaga moralitas dan dengan peran potensial mereka untuk melakukan tekanan politik di belakang layar terhadap rezim diktator. Mereka yang semula bertindak aktif di belakang layar bergerak maju ke depan layar politik. Mereka memiliki kuasa moral, namun nihil jabatan politik. Sumber kuasa moral mereka adalah Gereja Katolik dan peran perempuan mereka sebagai penjaga moral. Mina Roces memasukkan suster Mary John Mananzan dalam kategori biarawati militan.
Dibaptis Air Mata Penderitaan
Mary John Mananzan mencari arti menjadi biarawati perempuan di Dunia Ketiga. Seorang biarawati hidup di dalam biara, berdasarkan tata cara hidup biara, dan taat di bawah pimpinan biara. Hidup membiara pada awalnya ditandai dengan cara hidup menepi dari keramaian dunia (fuga mundi). Sebagian orang kemudian memandang hidup membiara identik dengan ketenangan dan kedamaian. Mary John Mananzan menemukan orientasi baru sebagai biarawati saat berjumpa dengan perkara-perkara kemanusiaan rakyat Filipina. Pesan Injil menjadi kompas baginya dalam menemukan cara hidup membiara di Dunia Ketiga.
Menjadi biarawati perempuan sekarang lebih sulit, rumit, menuntut, dan menantang. Ketika saya mendengar seorang perempuan menjawab pertanyaan ‘Mengapa engkau ingin masuk biara?’ dengan jawaban ‘Karena saya ingin menemukan kedamaian dan ketenangan,’ saya hanya tersenyum.
No comments:
Post a Comment