
Kue Istimewa
“Hari yang sangat sibuk,” keluh Jenny sambil mengelap keringat di dahinya.
“Oh, hampir aja kelupaan,” ia memukul dahinya lalu berlari ke dapur. Ia menjinjing satu sepatu berhak tinggi yang belum sempat dikenakannya.
“Gawat!” tangannya kebingungan mencari sesuatu di ruang dapur.
Hari ini ia berjanji memasak kue istimewa untuk kedua anaknya.
Sejenak kedua tangannya mengipasi wajahnya yang tiba-tiba berkeringat.
“Susunya terlalu banyak untuk adonan kue.”
Ia melihat jarum jam. Lima belas menit lagi anak-anaknya santap siang.
Ia mengaduk adonan sambil memutar otaknya.
“Aku akan memasak kue kesukaan mereka lain waktu,” demikian keputusan Jenny sambil memasukkan adonan kue ke ruang pemanas.
Saat mengeluarkan kue dari ruang pemanas, Jenny kembali menyesali keteledorannya.
“Seandainya menyelesaikan pekerjaan di dapur dahulu, kuenya akan lebih lezat.”
Saat kedua anaknya mengambil kue dan mengunyah gigitan petama, Jenny membaca perubahan wajah mereka.
“Patricia mau bilang sesuatu pada mama.”
Ia mendekatkan mulutnya ke telinga mamanya,
“Hari ini mama memasak kue istimewa bagi kami? Kue bikinan mama selalu lezat. Kue hari ini lezat sekali.”
Jenny menganggukkan kepalanya pelan.
4 comments:
Kue yang ini indah sekali...tidak seindah asli nya :-)
it's a quite interesting truth: mom often pay attention on the cake, most kids pay attention to moms who bake the cake.
You're absolutely right. Never thought about that before.
It is a wisdom from kitchen I learn from my mom.
Post a Comment