Lukisan Mama
Jessica menikmati lukisan para murid mengenai mama mereka. Beberapa kali ia tersenyum mendapati catatan di bawah lukisan.
“Aku kurang pandai melukis wajah mama yang mendekati wajah aslinya.”
Beberapa murid menulis catatan pendek tentang mamanya.
“Aku lebih pandai melukis kasih mama dalam hidupku.”
Jessica terpaku pada lukisan terakhir dari seorang murid bernama Anne. Dua orang perempuan tampil dalam lukisannya. Anne melukis seorang perempuan rupawan dan di bawahnya ia menuliskan keterangan pendek.
“Dulu.”
Disamping lukisan perempuan rupawan itu terdapat lukisan perempuan beruban dengan mata yang elok sekali. Di bawah lukisan terdapat kata dengan bingkai bunga.
“Sekarang.”
Jessica sejenak berhitung dengan bantuan tangannya. Ia lalu mengamati kembali kedua lukisan perempuan dengan cermat. Ia melihat bayang-bayang tulisan di balik lukisan hitam putihnya.
“Anne melihat paras teman berseri saat melukis mama mereka. Anne bertemu mama saat terbangun tengah malam dan mama sudah pergi saat Anne terbangun di pagi hari.“
2 comments:
sharing sedikit ...
setelah kilas balik beberapa lama, memang untuk menjadi seorang ibu sangat lah sulit, apalagi ditambah beban karena tuntutan financial. hal itu bukan berarti menjadi seorang bapa adalah hal yang lebih mudah. Saya ingat-ingat lagi tentang ayah saya, saya mulai membayangkan struggle apa saja yang dihadapi ayah saya dimasa lalu ketika saya masih kecil, dengan membandingkan pengalaman yang saya jalani. Ah ... itu rupanya, kata saya dalam hati. Tiba-tiba ada hal yang terjawab dalam batin saya ...
Dear Irwan,
terima kasih atas sharing kamu sebagai seorang ayah. Seorang ayah memiliki beban setara dengan seorang ibu. Tentu Irwan masih ingat kisah seorang anak yang membeli waktu ayahnya? Dalam kisah ini saya mengenakan tantangan serupa kepada ibu.
Post a Comment