Kuasa Kata: Menyapa

Saya pada awalnya mendesain blog ini sebagai gudang penyimpanan tulisan. Saya kemudian mengalihkan fungsinya sebagai ruang kemanusiaan. Layaknya seorang photografer, saya membingkai berbagai kehidupan manusia dalam beragam frame. Blog ini menawarkan senyuman, tetapi sekaligus air mata kehidupan.
Semoga setiap nama dan peristiwa dalam blog ini menyapa hidup pembaca. Kata yang baik memiliki kuasa untuk menyapa.

Mutiara Andalas, S.J.


Thursday, October 18, 2007

Hening di Hadirat Allah


Hidup di Hadirat Allah
Anthony de Mello, SJ

Retret sepintas nampak sebagai suatu kemewahan dan pelarian. Sejatinya retret adalah suatu pengunduran diri yang menguatkan motivasi, melapangkan hati, menajamkan pandangan dan memberikan tenaga agar kita dapat semakin mantap melibatkan dalam tugas-tugas perutusan yang diberikan kepada kita oleh Allah di dunia ini.
Dag Hammarsjold, seorang mistik yang menjadi Sekjen PBB dalam buku hariannya mengatakan, “Pada zaman kita, kesucian tidak dapat tidak harus dicapai dengan bertindak.” Ia benar. Kita retret agar hidup kita dibaharui dan dapat bertindak dengan lebih giat dan efektif, demi kemuliaan Allah dan kebaikan dunia.

Retret Para Rasul
Rasul bukan hanya orang yang membawa pesan. Rasul adalah pesan itu sendiri. Kalau kita menunjukkan jalan kesucian, orang tidak akan melihat arah yang kita tunjuk dengan jari kita. Yang pertama-tama mereka lihat adalah diri kita. Inilah kebutuhan kerasulan kita paling besar sekarang ini: rasul yang lebih baik dan bermutu. Kerasulan kita membutuhkan pribadi-pribadi yang dipenuhi kekuatan dan kehadiran Roh Kudus.
Apa artinya retret bagi seorang rasul? Jawaban saya adalah: “Retret mungkin adalah suatu kegiatan paling rasuli yang dilakukan seorang rasul. Tidak ada yang lebih penting bagi seorang rasul daripada mengundurkan diri ke padang gurun, meluangkan waktu sebanyak-banyaknya untuk mendengarkan, tidak hanya terus berbicara; menghadapkan diri kepada Allah dan mengisi accu rohani agar ia dapat memberikan terang kepada orang lain. Dalam doa seorang rasul menempatkan diri di hadapan Allah, agar Allah dapat memberikan kepadanya anugerah yang Ia kehendaki untuk diberikan kepada orang lain.”
Bagaimana mungkin orang dapat menjadi seorang rasul tanpa menjadi seorang kontemplatif? Bagaimana mungkin orang dapat menjadi kontemplatif, kalau tidak menyediakan banyak waktu untuk berhubungan dengan Kristus secara pribadi dan mendalam? Dunia ramai adalah tempat para rasul berperan. Padang gurun adalah tempat para rasul dibentuk, dibina dan menerima perutusan serta pesan yang harus diwartakan kepada dunia, Injil-Nya. Siapa yang paling membutuhkan untuk terus-menerus mendengarkan suara Allah? Seorang rasul!

Sikap yang Perlu untuk Memulai Retret
Dunia kita sudah bosan dengan kata-kata. Dunia dibanjiri dengan buku, ceramah, seminar, lokakarya. Yang ditunggu-tunggu dunia adalah tindakan dan pengalaman. Orang tidak tahan lagi dengan pembicaraan mengenai Allah. Dunia modern menuntut, “Tunjukkanlah kepada saya, dimana Allahmu? Dapatkah saya menjumpai-Nya dalam hidup saya? Kalau tidak, Allah itu tidak ada artinya. Kalau dapat, bagaimana caranya? Dimana?” Semakin hari dunia modern semakin ateis. Mana bukti adanya Allah? Salah satu tulisan Hindu mengatakan dengan sangat bagus, “…bukti yang paling baik mengenai adanya Allah adalah kesatuan dengan Dia.”
Kalau salah satu harapan Anda adalah mengalami Allah, Anda membutuhkan retret para rasul. Saya menawarkan beberapa usulan untuk membantu Anda menyediakan diri bagi pengalaman akan Allah.
1. Jagalah ketenangan dengan sungguh-sungguh sepanjang hari. Keheningan adalah suatu disiplin yang lebih menyangkut telinga daripada lidah. Kita menenangkan lidah agar dapat mendengar lebih baik. Kalau telinga Anda tidak biasa mendengarkan suara Allah, Anda sangat membutuhkan keheningan. Manusia modern berada dalam krisis menjadi dangkal karena tidak dapat hening. Penyair Kahlil Gibran bertutur, “Anda berbicara kalau Anda tidak lagi berdamai dengan diri Anda. Dan kalau Anda tidak lagi tinggal di kedalaman batin Anda, Anda hidup dengan bibir. Dan bunyi mengalihkan perhatian dan menjadi pelengah waktu.”
2. Hindarilah membaca. Hindarilah membaca, kecuali Kitab Suci dan buku-buku yang jelas membantu memperdalam doa. Buku dapat membantu doa. Namun dalam retret seringkali buku menghalangi perjumpaan dengan Allah. Anda dapat menyembunyikan muka di balik buku, seperti seorang menyembunyikan muka di balik surat kabar kalau kita tidak mau berhubungan dengan orang lain. Tenanglah dan arahkan perhatian pada Allah sepanjang hari.
3. Gunakanlah paling banyak waktu dalam doa. Gunakanlah waktu sepanjang mungkin untuk hening, berhubungan dengan Allah. Saya menekankan adanya waktu-waktu tertentu, kapan Anda mulai berdoa dan kapan selesai.

Kalau Anda ingin sampai pada pengalaman akan Allah, Anda harus membangun dua sikap pokok. Yang pertama adalah kerinduan akan Allah; yang kedua dalah keberanian dan kemurahan hati.

Retret itu bukan seminar mengenai Kristus. Retret adalah saat-saat hening agar kita berbicara dengan Kristus. Keheningan batin akan sangat membantu kita untuk dapat berbicara dengan Kristus. Yesus mengatakan agar kita menutup pintu kalau kita hendak berdoa. Pasti maksudnya bukan agar kita menutup pintu hati kita terhadap dunia, karena yang hidup dalam dunia itulah yang kita bawa dalam doa kita. Tetapi pintu harus tertutup rapat, agar dunia yang riuh tidak masuk dan mengaburkan suara Allah, khususnya pada tahap-tahap awal kalau belum mudah bagi kita untuk memusatkan perhatian.
Seorang pemula dalam doa memerlukan konsentrasi sama seperti seorang pemula dalam matematika, yang tidak akan mampu mengerjakan soal yang sulit kalau ada suasana ramai di sekitarnya. Akan tiba waktunya seorang yang belajar berdoa, seperti halnya seorang yang belajar matematika, akan terkuasai oleh soalnya sehingga suara apa pun tidak akan mampu mengalihkan perhatian dari soal yang dihadapinya.
Sikap pokok yang pertama adalah kerinduan akan Allah. Allah tidak dapat menolak orang yang sangat merindukan-Nya. Inilah alasan utama mengapa kita tidak menemukan Allah: kita kurang sungguh-sungguh merindukan-Nya. Hidup kita terlalu penuh dengan berbagai macam hal dan kita dapat berjalan tanpa Dia. Dia tidak mutlak perlu bagi kita, tidak seperti mutlaknya udara yang kita hirup.
Ramakrishna suatu kali berkata kepada seorang teman mengenai arti merindukan Allah: “Seandainya seorang pencuri berbaring di suatu ruang yang terpisah dari kamar penyimpan harta yang penuh dengan emas hanya oleh tembok yang tipis, apakah ia dapat tidur? Kiranya ia akan berjaga sepanjang malam, memikirkan jalan untuk dapat sampai pada emas itu. Ketika saya masih muda, saya merindukan Allah lebih daripada pencuri menginginkan emas.” Santo Agustinus berbicara mengenai ketidaktenangan hati manusia. Hati manusia tidak akan pernah tenang sebelum memperolehnya pada Allah.
Sikap pokok yang kedua adalah kemurahan hati dan keberanian. Anda harus mendekati Allah tanpa syarat, dengan sikap penyerahan utuh. Kalau Anda mulai dengan berkata, “Mintalah dari saya apa pun keculi yang ini” atau “Perintahkanlah apa pun kecuali yang ini”, Anda meletakkan penghalang besar di jalan menuju perjumpaan dengan Allah.

Tulisan disarikan dari Anthony de Mello, Hidup di Hadirat Allah (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hal. 9-50.

No comments: