Kuasa Kata: Menyapa

Saya pada awalnya mendesain blog ini sebagai gudang penyimpanan tulisan. Saya kemudian mengalihkan fungsinya sebagai ruang kemanusiaan. Layaknya seorang photografer, saya membingkai berbagai kehidupan manusia dalam beragam frame. Blog ini menawarkan senyuman, tetapi sekaligus air mata kehidupan.
Semoga setiap nama dan peristiwa dalam blog ini menyapa hidup pembaca. Kata yang baik memiliki kuasa untuk menyapa.

Mutiara Andalas, S.J.


Monday, January 14, 2008

Brigadir Jenderal (Purn) Tedy Yusuf

Jika Taman Mini Indonesia Indah (TMII) adalah sebuah miniatur Indonesia, anjungan Tionghoa akan sangat baik jika ada di dalamnya. Anjungan Tionghoa di Taman Mini Indonesia dapat menjadi tempat pendidikan bagi masyarkat INdonesia mengenai keterlibatan aktif etnis Tionghoa dalam sejarah Indonesia. Ada banyak tokoh etnis Tionghoa yang terlibat dalam sejarah Indonesia, namun mereka belum terlihat oleh publik.
Brig. Jend. (Purn) Tedy Yusuf, ketua persekutuan sosial masyarakat Tionghoa di Indonesia, melihat belum adanya anjungan Tionghoa selama puluhan tahun di TMII sebagai cermin sikap masyarakat Indonesia terhadap keberadaan etnis Tionghoa diantara mereka. Masyarakat Indonesia selama bertahun-tahun bergumul dengan pertanyaan, "Apakah warga Tionghoa di Indonesia merupakan bagian dari komunitas Indonesia?" Sayangnya pertanyaan itu seringkali mendapatkan jawaban negatif. Undang-Undang Kewarganegaraan di masa lalu misalnya menempatkan etnis Tionghoa sebagai yang berada di luar komunitas Indonesia.
Tragedi Mei 1998 adalah salah satu titik rendah sikap masyarakat Indonesia terhadap saudara-saudari etnis Tionghoa. Tidak sedikit warga Indonesia yang mengungsi ke negara-negara sekitar untuk membela hidup mereka dari ancaman mengalami kematian prematur.Persekutuan Sosial Masyarakat
Tionghoa Indonesia adalah payung sosial budaya bagi masyarakat Indonesia untuk meraih kesetaraan hak /kewajiban mereka sebagai bagian dari komunitas Indonesia.
Meskipun tragedi Mei 1998 sudah berlalu hampir 10 tahun, namun trauma terhadap kekerasan politik itu belum berlalu. Trauma itu masih menghantui dan dalam periode-periode tertentu muncul ke permukaan saat situasi politik sedang mengalami pergolakan. Kasus-kasus kekerasan politik terhadap etnis Tionghoa di Indonesia hampir selalu terjadi dalam ketidakstabilan politik.
Yang lemah secara politik akan cenderung menjadi korban pertama dalam instabilitas politik.
Dalam berbagai kekerasan politik dengan korban masyarakat Tionghoa, pertanyaan klasik ini kembali mengemuka, "Apakah warga Tionghoa di Indonesia merupakan bagian dari komunitas Indonesia?" Jawaban mereka akan negatif jika negara tidak memiliki kemauan politik untuk mengubah tata masyarakat yang jelas-jelas masih memelihara virus diskriminasi di dalam tubuhnya.
Persekutuan Sosial Masyarkat Tionghoa Indonesia sangat menghargai dukungan moral dari komunitas Indonesia yang tersebar di seluruh dunia yang peduli dengan problem diskriminasi rasial di Indonesia. Mereka berharap masyarakat Indonesia di masa depan akan semakin memberi tempat yang setara kepada semua warga negaranya.
Anjungan Tionghoa di TMII sekarang ini mulai berjalan pembangunannya dan masih membutuhkan dukungan finansial dari semua pihak. Bagi Anda yang
peduli dengan kasus-kasus kekerasan dengan bendera etnis dalam beberapa waktu terakhir ini, anjungan ini menjadi menjadi tempat peringatan penting bagi masyarakat Indonesia.
Paguyuban Masyarakat Tionghoa di Indonesia sekarang ini membuka "dompet kemanusiaan" untuk anjungan ini. Anda, saat membaca blog ini, diperhitungkan sebagai salah satu yang peduli dengan proyek "keberagaman Indonesia yang memanusiakan semua."

No comments: