Brig. Jend. (Purn) Tedy Yusuf, ketua persekutuan sosial masyarakat Tionghoa di Indonesia, melihat belum adanya anjungan Tionghoa selama puluhan tahun di TMII sebagai cermin sikap masyarakat Indonesia terhadap keberadaan etnis Tionghoa diantara mereka. Masyarakat Indonesia selama bertahun-tahun bergumul dengan pertanyaan, "Apakah warga Tionghoa di Indonesia merupakan bagian dari komunitas
Tragedi Mei 1998 adalah salah satu titik rendah sikap masyarakat Indonesia terhadap saudara-saudari etnis Tionghoa. Tidak sedikit warga Indonesia yang mengungsi ke negara-negara sekitar untuk membela hidup mereka dari ancaman mengalami kematian prematur.Persekutuan Sosial Masyarakat
Meskipun tragedi Mei 1998 sudah berlalu hampir 10 tahun, namun trauma terhadap kekerasan politik itu belum berlalu. Trauma itu masih menghantui dan dalam periode-periode tertentu muncul ke permukaan saat situasi politik sedang mengalami pergolakan. Kasus-kasus kekerasan politik terhadap etnis Tionghoa di Indonesia hampir selalu terjadi dalam ketidakstabilan politik.
Dalam berbagai kekerasan politik dengan korban masyarakat Tionghoa, pertanyaan klasik ini kembali mengemuka, "Apakah warga Tionghoa di Indonesia merupakan bagian dari komunitas Indonesia?" Jawaban mereka akan negatif jika negara tidak memiliki kemauan politik untuk mengubah tata masyarakat yang jelas-jelas masih memelihara virus diskriminasi di dalam tubuhnya.
Anjungan Tionghoa di TMII sekarang ini mulai berjalan pembangunannya dan masih membutuhkan dukungan finansial dari semua pihak. Bagi Anda yang peduli dengan kasus-kasus kekerasan dengan bendera etnis dalam beberapa waktu terakhir ini, anjungan ini menjadi menjadi tempat peringatan penting bagi masyarakat Indonesia.
Paguyuban Masyarakat Tionghoa di Indonesia sekarang ini membuka "dompet kemanusiaan" untuk anjungan ini. Anda, saat membaca blog ini, diperhitungkan sebagai salah satu yang peduli dengan proyek "keberagaman Indonesia yang memanusiakan semua."
No comments:
Post a Comment