Kuasa Kata: Menyapa

Saya pada awalnya mendesain blog ini sebagai gudang penyimpanan tulisan. Saya kemudian mengalihkan fungsinya sebagai ruang kemanusiaan. Layaknya seorang photografer, saya membingkai berbagai kehidupan manusia dalam beragam frame. Blog ini menawarkan senyuman, tetapi sekaligus air mata kehidupan.
Semoga setiap nama dan peristiwa dalam blog ini menyapa hidup pembaca. Kata yang baik memiliki kuasa untuk menyapa.

Mutiara Andalas, S.J.


Saturday, April 19, 2008

Mawar Kuning


Mawar Kuning


Pada sebuah sore saya masuk sebuah mal. Saya tidak memiliki sesuatu pun untuk dibeli. Saya juga masih kenyang. Suamiku meninggal dunia seminggu yang lalu. Di mal ini saya memiliki banyak kenangan dengannya.

Kami sering berbelanja bersama. Di tengah acara belanja, ia biasanya berpura-pura mencari keperluan laki-laki. Ia selalu kembali dengan tiga kuntum mawar kuning kesukaan saya.

Hati saya berliput duka. Tanpanya saya hanya membutuhkan lebih sedikit barang setiap kali belanja.

Saya mendorong kereta belanja ke bagian daging segar. Mendiang suami saya suka sekali menyantap steak.

Seorang perempuan berambut sebahu, mengenakan baju hijau pupus, langsing, dan cantik mendorong kereta belanjanya di samping saya. Ia mengambil satu paket daging, menaruhnya ke dalam kereta, namun mengembalikannya lagi. Ia berlalu namun kembali lagi untuk meraih paket daging yang sama.

Saya melihatnya dan ia membalasnya dengan tersenyum.

“Suami saya suka sekali dengan sop kaki sapi. Sejujurnya dengan harga seperti ini, saya ragu-ragu membelinya.”

Kerongkongan saya tersekat saat mendengarnya. Matanya berubah sayu.

“Suami saya meninggal dunia seminggu lalu. Belikanlah sop kaki sapi untuk suamimu. Hargailah setiap saat engkau dapat menikmati kebersamaan.”

Perempuan itu menganggukkan kepalanya. Matanya berkaca-kaca saat ia memasukkan kaki daging sapi ke dalam keranjangnya. Ia lalu berlalu dari saya setelah mengucapkan terima kasih.

Saya kemudian mendorong kereta belanjaan untuk mencari susu dan es krim. Mata saya sepintas melihat tempat suami biasanya membeli mawar kuning kepada saya.

Saat mengantre ke kasir, saya melihat perempuan berbaju hijau pupus itu mendekati saya.

Ia membawa tiga kuntum mawar kuning di tangannya. Mata saya membasah.
”Saya membeli bunga ini untukmu.”

Ia lalu memeluk dan mencium pipi saya dengan lembut.

Saya terdiam lama menahan heran karena sahabat baru itu mengetahui keinginan saya.

“Mendiang suamiku, engkau masih bersamaku. Engkau mengirim perempuan itu sebagai malaikat yang memberikan tiga kuntum mawar kuning.”

No comments: