
Saat dalam perjalanan pulang dini hari, dalam keadaan mata yang terkantuk-kantuk, saya dikejutkan oleh kehadiran seorang perempuan serta merta memegangi tangan saya. Ia lalu bicara kesana-kemari yang tak saya kenal bahasanya. Meskipun begitu saya dapat menangkap kata-katanya yang tak teratur.
Akhirnya saya memberanikan diri untuk angkat bicara.
"Anda siapa? Saya tidak mengerti sedikit pun perkataan Anda."
"Anda orang Vietnam khan? Selamatkan Saya."
Ia kemudian bicara panjang lebar sambil tangannya tetap memegangi tangan saya erat-erat. Ia bicara campuran Vietnam dan Inggris. Saya terhenyak dengan penuturannya. Ia barangkali mewakili sebagian imigran yang terlunta-lunta di Amerika.
"Saya terlilit hutang. Saya bekerja sebagai tukang bersih-bersih kamar. Saya akan melakukan apa saja jika engkau menyelamatkan saya."
Saya sejenak melihat perempuan itu. Badannya kusut kering. Kerut-kerut tercetak jelas pada dahinya. Ia jauh dari elok.
"Dimana engkau tinggal?"
Ia lalu mengajak saya ke rumah kontrakannya. Uang yang saya berikan kepadanya langsung berpindah tangan kepada seorang berkulit hitam yang meminjamkan uang dengan bunga kepadanya.
Rumah kontrakannya gelap gulita. Hanya ada dua lilin bergambar Maria Guadalupe dan Yesus.
"Inilah kami," katanya sambil memperkenalkan adiknya yang juga berwajah kusut.
"Kita harus berterima kasih pada saudara ini. Ia menyelamatkan kehidupan kita" katanya pada adiknya.
Hampir satu jam kami bertiga berbincang dan saya akhirnya memutuskan untuk mohon diri.
Sesampainya di rumah saya berlutut di depan patung Maria dan Yesus dengan doa singkat.
"Beri kami hati yang terbuka untuk membagikan rejeki kepadanya hari ini."
Sources:
http://pages.cthome.net/rwinkler/brassai_prostitute.jpg
Akhirnya saya memberanikan diri untuk angkat bicara.
"Anda siapa? Saya tidak mengerti sedikit pun perkataan Anda."
"Anda orang Vietnam khan? Selamatkan Saya."
Ia kemudian bicara panjang lebar sambil tangannya tetap memegangi tangan saya erat-erat. Ia bicara campuran Vietnam dan Inggris. Saya terhenyak dengan penuturannya. Ia barangkali mewakili sebagian imigran yang terlunta-lunta di Amerika.
"Saya terlilit hutang. Saya bekerja sebagai tukang bersih-bersih kamar. Saya akan melakukan apa saja jika engkau menyelamatkan saya."
Saya sejenak melihat perempuan itu. Badannya kusut kering. Kerut-kerut tercetak jelas pada dahinya. Ia jauh dari elok.
"Dimana engkau tinggal?"
Ia lalu mengajak saya ke rumah kontrakannya. Uang yang saya berikan kepadanya langsung berpindah tangan kepada seorang berkulit hitam yang meminjamkan uang dengan bunga kepadanya.
Rumah kontrakannya gelap gulita. Hanya ada dua lilin bergambar Maria Guadalupe dan Yesus.
"Inilah kami," katanya sambil memperkenalkan adiknya yang juga berwajah kusut.
"Kita harus berterima kasih pada saudara ini. Ia menyelamatkan kehidupan kita" katanya pada adiknya.
Hampir satu jam kami bertiga berbincang dan saya akhirnya memutuskan untuk mohon diri.
Sesampainya di rumah saya berlutut di depan patung Maria dan Yesus dengan doa singkat.
"Beri kami hati yang terbuka untuk membagikan rejeki kepadanya hari ini."
Sources:
http://pages.cthome.net/rwinkler/brassai_prostitute.jpg
No comments:
Post a Comment