
Saat Pengampunan
“Saya sungguh belajar mengenai pengampunan,” tutur ibu itu.
“Pengalaman ditinggalkan suami tentu sangat melukai hati ibu,” kata saya menanggapi kisahnya.
“Luka itu belum pulih sepenuhnya. Ia seperti batu keras yang bersarang pada tubuh saya,” katanya sambil mengambil nafas panjang.
“Ibu akan menyambut kedatangan suami jika ia tiba-tiba kembali ke rumah?” tanya saya penuh ingin tahu.
“Pintu hati saya selalu terbuka.”
“Bagaimana ibu dapat mengampuni suami jika luka hati belum sembuh benar?” kejar sahabat saya.
“Pengampunan seringkali merupakan sebuah gerakan, bukan peristiwa. Kita diharapkan mengenali saat pengampunan.”
“Maksudnya?” potong sahabat saya kebingungan.
“Kita mengampuni orang lain, sekaligus sadar bahwa luka kita terhadapnya belum pulih total.”
“Jika demikian, kita tidak boleh terburu-buru dalam mengampuni. Kita jangan menipu diri terhadap luka yang masih bersarang dalam hidup kita,” kata sahabat saya.
“Kita tidak boleh pula berlambat-lambat meminta pengampunan,” tambah ibu itu.
No comments:
Post a Comment