
Sumber dokumentasi:
http://www.templeofthedemon.com/images/karloff__boris__frankenstein__03_6d7f.jpg
Ayahku Monster
Seorang mahasiswi mengetuk kantor suatu sore. Saya kesulitan mengenalinya karena ia mengenakan topi yang menutupi wajah depannya.
Sekretaris sudah menanyakan alasan kedatangannya.
“Ada perlu,” demikian pesan pendek tamu.
Sekretaris hanya berhasil mengorek nama tamu.
“Natalie.”
“Ada perlu?” tanya saya.
Ia terdiam lama.
“Ada perlu, Natalie?” ulang saya.
Ia terdiam lama. Ia menjawab pertanyaan saya dengan menyeka pipinya yang basah dengan sapu tangan.
“Natalie mau cerita sesuatu pada saya?”
Bibirnya bergerak, namun tak mengeluarkan suara.
Saya melihat ke arah jarum jam. Saya sudah hampir menunggu Natalie selama setengah jam untuk bicara.
“Natalie mau bicara sekarang?”
Bibirnya bergerak, namun belum juga keluar suara.
Saya lalu membuat tanda salib dan berdoa untuknya. Saat saya hendak mempersilakan dia untuk datang lagi lain waktu, mulutnya terbuka.
“Ayah saya monster. Ia memukuli ibu dan aku. Apakah salah aku sampai punya niat untuk membunuhnya?”
Saya terdiam lama. Bibir saya bergerak, namun tak keluar sepatah kata pun.
No comments:
Post a Comment