Kuasa Kata: Menyapa

Saya pada awalnya mendesain blog ini sebagai gudang penyimpanan tulisan. Saya kemudian mengalihkan fungsinya sebagai ruang kemanusiaan. Layaknya seorang photografer, saya membingkai berbagai kehidupan manusia dalam beragam frame. Blog ini menawarkan senyuman, tetapi sekaligus air mata kehidupan.
Semoga setiap nama dan peristiwa dalam blog ini menyapa hidup pembaca. Kata yang baik memiliki kuasa untuk menyapa.

Mutiara Andalas, S.J.


Friday, October 10, 2008

Kail dan Ikan



Kail dan Ikan


Hari minggu kemarin beberapa teman mengajak saya berputar-putar mal terbaru di ibu kota.

“Saya selalu mampir ke mal setiap akhir pekan untuk buang kepenatan,” kata Lydia.

“Hitung-hitung sambil piknik keluarga. Saya biasanya minta pembantu untuk menemani anak ke area bermain. Saya sama suami lalu belanja atau sekedar nongkrong di café,” kata Jenny.

“Mal seperti ini adalah kenisahnya pemeluk kapitalis,” kata Adil yang sehari-hari terlibat dalam gerakan orang miskin di ibukota.

Setelah mencicipi menu Thailand, kami lalu keluar dari mall. Saya terpana karena melihat barisan peminta-peminta yang duduk di sekitar taman mall.

Saat melewati mereka, Lydia dan Jenny mengeluarkan uang recehan untuk mereka.

Adil menahan tangan keduanya.

“Kita tidak bisa mengentaskan mereka dari kemiskinan dengan memberi uang receh. Kalau hendak mengentaskan mereka, kita harus memberikan kail bukan ikan.”

Wajah Lydia dan Jenny merengut dan menoleh pada saya untuk terlibat dalam pembicaraan.

“Jadi serba salah deh kalau jalan bareng aktivis.”

“Peminta-minta seringkali membutuhkan ikan terlebih dahulu agar tangan mereka kuat untuk memegang kail,” kata saya menengahi pembicaraan.

3 comments:

Anonymous said...

Romo, saya sungguh terkesan dg jawaban Romo yg bijaksana... kebijaksanaan yg sungguh jelas bukan buah pikir manusia.

Mutiara Andalas said...

makasih. Ini sebenarnya agak nyontek dari Teresa Calcutta.

Anonymous said...

Romo ini memang rendah hati, kalau saya boleh rephrase:

"agak" nyontek = ter-inspirasi.

:)